Kementerian Pertanian (Kementan) akhirnya bisa mewujudkan swasembada padi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi itu kini menjadi lumbung beras di daerah perbatasan untuk diekspor ke negara tetangga, Timor Leste. Salah satu ikon lumbung padi di NTT adalah Manggarai Barat.
Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Pertanian Kementan Ani Andayani, mengatakan, walaupun wilayah NTT di dominasi musim kering sehingga lahannya menjadi kering, tidak menyurutkan niat Kementan untuk menjadikan daerah tersebut sebagai lumbung pangan nasional dalam rangka mewujudkan swasembada pangan.
"NTT memang wilayahnya kering, tapi tetap ada peluang pengembangan pertanian," terang dia kepada politikindonesia.com di Kantor Kementan, Jakarta, Jumat (23/12) lalu.
Kepada Elva Setyaningrum, lulusan IPB ini bicara panjang lebar tentang strategi pengembangan pangan di NTT.
Penanggungjawab Upsus Pejale di Provinsi NTT ini memaparkan peningkatan produktivitas dan perluasan lahan baku tanam padi di NTT. Lulusan sarjana dan pascasarjana Jepang ini juga membeberkan alasan Manggarai Barat kini menjadi ikon lumbung padi di NTT. Berikut wawancaranya.
Wilayah NTT kerap didominasi kekeringan, apa strategi pengembangan pangan yang dilakukan?
Saat awal saya tugas di NTT, saya bertanya kepada BMKG, apa penyebab NTT kesulitan air? Pertanyaan itu saya lontarkan karena pada dasarnya air berasal dari dua sumber yakni air permukaan dan air tanah. Untuk air permukaan terdiri atas tadahan air hujan, air danau dan air sungai. Sedangkan air tanah berasal dari tanah yang digali melalui sumur air dangkal atau sumur air dalam.
Jawaban BMKG bahwa debit air permukaan di NTT memang sangat kurang, tetapi potensi air tanah yang dimilikinya cukup besar.
Strategi kami adalah dengan memanfaatkan potensi air tanah tersebut. Jadi, untuk mengairi tanaman pangan selain air permukaan, kami juga fungsikan sumur bor dengan memanfaatkan air tanah.
Dengan strategi pembuatan sumur bor dangkal maupun sumur dalam, kekurangan debit air permukaan yang sering dikeluhkan petani dapat dikurangi. Praktek ini sudah dijalankan di beberapa daerah di NTT. Dengan adanya program pembuatan sumur bor ini, potensi air di NTT khususnya untuk lahan pertanian akan terus ada dan pertanian pasti akan mengalami peningkatan.
Apa kendala lain selain persediaan air?
Selain menggalakkan pembuatan sumur bor, kami juga gencar menyalurkan benih bersubsidi, pupuk bersubsidi, alat-alat pertanian (alsintan) dan sejumlah langkah penunjang kebijakan Upaya Khusus (Upsus) Padi, Jagung, Kedelai (Pajale) di provinsi NTT.
Biasa beri contoh?
Kami juga melakukan program culik tanam untuk mengamanatkan penambahan waktu tanam. Sebelumnya, para petani hanya menanam 1 kali dalam 1 tahun. Sekarang diprogramkan menanam 2 kali dalam 1 tahun.
Strategi tersebut juga menjadi salah satu yang kami lakukan di NTT untuk meningkatkan produksi padi sehingga bisa mencapai target. Program culik tanam tersebut merupakan bagian dari program percepatan tanam padi petani mengikuti irama di Jawa yang musimnya ada 2 yakni Oktober-Maret (Okmar) dan April-September (Asep).
Langkah percepatan tanam ini juga penting dilakukan untuk mengejar ketersediaan air, sebelum terjadi kemarau lagi.
Apa dampaknya terhadap produksi padi petani?
Terbukti, upaya Upsus yang kami lakukan di NTT telah mampu meningkatkan produktivitas pangan khususnya padi dengan cukup signifikan. Saat ini, produksi padi NTT sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya sendiri. Sebelumnya, kebutuhan beras NTT masih disuplai dari Surabaya atau Sumatera. Akan tetapi saat ini kebutuhan beras di NTT sudah bisa dipenuhi sendiri. Bahkan sejak tahun 2015 NTT telah swasembada untuk provinsinya sendiri.
Berapa produktivitas padi di NTT?
Dengan Upsus tersebut, produktivitas hasil pertanian khususnya padi mengalami peningkatan sekitar 15-20 persen. Sebelumnya produksi petani rata-rata 3,6 ton per hektar (ha), kini sudah menjadi 5 ton per ha.
Selain itu, dari peningkatan Indeks Pertanaman yang sebelumnya hanya sekali, sekarang dengan adanya Upsus sudah dua kali dalam setahun. Sedangkan untuk tingkat konsumsi masyarakatnya masih cukup kecil. Dari total 5 juta jiwa, rata-rata konsumsinya mencapai 112 kg per kapita per tahun.
Bagaimana dengan perkembangan areal tanam?
Itu juga sudah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sebelum dicanangkan program Upsus, luas baku lahan bulan Oktober-Maret 2013-2014 hanya 200.405 ha. Sementara pada bulan April hingga September 2014 naik 47.244 ha. Sehingga jika diakumulasikan sepanjang tahun 2014 totalnya mencapai 247.649 ha.
Setelah adanya program Upsus pada bulan Oktober-Maret 2014-2015, kenaikannya cukup signifikan dari total 247.649 ha menjadi 272.859 ha. Di NTT sendiri perluasan lahan baku tanam sudah mencapai 275.797 ha dan ini akan terus meningkat dengan target-target yang kami berikan.
Wilayah mana di NTT yang berpotensi sebagai lumbung pangan nasional?
Di NTT sendiri ada 3 kabupaten yang cukup potensial bagi pengembangan sektor pertanian khususnya padi, yakni Manggarai Barat, Manggarai, dan Sumba Barat Daya.
Jika ingin melihat potensi pertanian khususnya padi di NTT, Manggarai Barat menjadi salah satu pilihan utama. Di sana ada hamparan sawah yang sangat luas dan tidak terpencar-pencar. Ada persawahan yang saling terpaut satu dengan yang lainnya yang luasnya mencapai 3.000 ha lebih. Bayangkan 3000 hektar terhampar. Kalau kita berdiri di situ, tidak terasa kalau itu NTT.
Artinya, image umum bahwa NTT tidak ada sawah itu sudah bisa dijawab di Manggarai Barat. Kendati demikian, tak memungkiri bahwa kenyataan di lapangan kondisi daratan Timor dan Flores secara keseluruhan masih sangat kering.
Meski demikian, potensi sektor pangan yang ada di NTT masih cukup besar, tinggal bagaimana mengolah lahan tersebut dengan memanfaatkan potensi alam yang ada. Kalau daerah yang memiliki debit air yang cukup besar, bisa kita optimalkan pemanfaatan produksi padi, sementara untuk daerah-daerah yang kering kita gunakan untuk produksi jagung.
© Copyright 2024, All Rights Reserved