Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoret Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai partai pengusul pasangan Joko Widodo – Maruf Amin. Keputusan KPU tersebut, tidak mempengaruhi dukungan PSI terhadap Jokowi-Maruf.
“Kami akan tetap mendukung Jokowi. Walaupun kami dipastikan bukan sebagai partai pengusul pencalonan pasangan Jokowi oleh KPU. Toh, kami telah menandatangani surat pengusulan dan dukungan pada Kamis (09/08) lalu,” terang Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie kepada politikindonesia.com disela-sela diskusi Aliansi Kebangsaan bertema, “Partai Politik, Ideologi, Konstitusi dan Kepemimpinan”, di Jakarta, Senin (13/08).
Dia menjelaskan, alasan KPU menyatakan partainya bukan sebagai partai pengusul pasangan capres dan cawapres Jokowi-Maaruf, karena berdasarkan UU Pemilu, parpol yang berhak mengusulkan pasangan adalah peserta pemilihan di periode sebelumnya dan gabungan partai yang memenuhi threshold tertentu. Karena itu, partainya tidak termasuk di dalamnya.
“Walau begitu, kami tetap menargetkan menang di Pemilu 2019. Target kemenangan itu, lantaran kami ingin mengusung nama presiden dari partai sendiri. Meskipun nama presiden itu bukan dari partai kami. Namun, kami ingin mengusulkan nama berdasarkan jejak pendapat dari para kadernya. Makanya, di Pilpres mendatang kami perlu mendapatkan 20 persen suara,” ungkapnya.
Grace mengklaim, partainya mengusung sistem politik yang antikorupsi. Oleh sebab itu, pihaknya melakukan perekrutan kader dan calon legislator yang baik. Apalgi, partainya terbuka untuk semua orang yang ingin memperbaiki Indonesia. Bahkan, bagi masyarakat yang ingin menjadi caleg dari partainya tidak akan dimintai uang formulir, uang saksi, atau uang apapun. Sistem rekrutmen ini menjadi strategi yang efektif untuk meraih kepercayaan publik.
“Mata uang yang berlaku di partai kami adalah kompetensi dan integritas. Apalagi, caleg dari partainya akan diseleksi oleh juri-juri yang independen. Proses perekrutannya pun akan dikawal secara langsung lewat media. Makanya, kami yakin bisa menang di Pilpres mendatang. Karena, tidak ada satupun partai yang melakukan perekrutan caleg seperti kami. Selama ini yang publik tahu, hanya ada harganya dan uang mahar dalam mekanisme perekrutan,” paparnya.
Menurutnya, dengan situasi seperti itu, tak heran kepercayaan publik terhadap partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus menurun. Bahkan dalam 10 terakhir ini, survei membuktikan bahwa parpol dan DPR menjadi dua hal yang menduduki peringkat terendah dalam hal kepercayaan publik. Padahal, seharusnya parpol dan DPR bisa menjadi rumah rakyat yang dirindukan semua orang apalagi ditengah Indonesia gencar membangun alam demokrasi.
“Rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol dan DPR bisa jadi akibat platform parpol dan DPR yang tidak sesuai harapan rakyat. Mulai dari politik uang, isu mahar politik hingga banyaknya elite politik yang berganti-ganti parpol serta isu korupsi. Padahal, keberadaan parpol di Indonesia menjadi pengambil keputusan tertinggi dibanding lembaga lain yang ada. Bahkan seorang calon presiden (Capres) tidak memiliki kekuasaan sehebat parpol. Sebab, Capres tidak memiliki hak prerogatif untuk menentukan sendiri calon wakilnya. Ujung-ujungnya harus nurut apa keputusan parpol,” tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved