Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan aturan tentang kewajiban sertifikasi Hak Asasi Manusia (HAM) pada Usaha Perikanan. Beleid baru tersebut mewajibkan semua perusahaan di sektor perikanan untuk memiliki sertifikat HAM untuk mencegah terjadinya perbudakan.
Aturan itu diterbitkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia (HAM) pada Usaha Perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, aturan ini mendesak dilakukan karena belum pernah diberlakukan sebelumnya. Padahal, Indonesia adalah penyumbang tenaga Anak Buah Kapal terbesar dengan jumlah mencapai 210 ribu pada akhir 2016.
"Nelayan itu merupakan sebuah profesi dan itu harus dijamin hak-hak ABK. Jadi, saat ini kapal-kapal yang hendak memperpanjang izin harus memenuhi syarat sesuai PermenKP No.2/2017," kata Susi kepada politikindonesia.com di Kantor KKP, Jakarta, Selasa (24/01).
Diterangkan Susi, dalam aturan tersebut, semua perusahaan perikanan wajib mengantongi sertifikat HAM yang diterbitkan Lembaga Penilai HAM di bawah KKP. Untuk mendapatkan sertifikat HAM tersebut, setiap perusahaan perikanan yang memiliki kapal dengan berat di atas 30 gross ton (GT) harus memenuhi syarat dan berkomitmen pada penegakan HAM setiap ABK.
"Artinya, perusahaan perikanan memiliki perjanjian kerja dengan ABK. Di dalam perjanjian ini, perusahaan harus berkomitmen menerapkan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan seperti harus memberikan gaji yang layak, memiliki sertifikat mampu bekerja di laut, memberikan asuransi, menjamin keamanan, tidak mempekerjakan anak di bawah umur dan jam kerja yang teratur," imbuhnya.
Susi menegaskan, dari hitungan pihaknya, terdapat lebih dari 6.000 kapal yang beroperasi di Indonesia berbobot di atas 30 GT yang akan menjadi sasaran beleid tersebut. Saat ini sudah ada lebih dari 100 kapal yang sudah mendapatkan izin baru sejak 2015 hingga akhir 2016 lalu dan sudah memenuhi kaidah-kaidah HAM.
"ABK merupakan pihak yang paling rentan menjadi korban perdagangan manusia dan pelanggaran HAM. Karena mereka melaut keliling sejumlah negara tanpa bekal dokumen resmi. Sehingga mereka kerap tidak dapat turun ke darat selama berbulan-bulan hingga lebih setahun. Mereka ini dibatasi dalam memenuhi kebutuhan mereka seperti mandi, minum dan bahkan tidak mendapatkan gaji yang selayaknya," paparnya.
Menurutnya, peraturan baru tersebut didasarkan pada laporan hasil penelitian International Organization of Migration (IOM) tentang Perdagangan Orang di Sektor Perikanan Indonesia, menyasar pelanggaran HAM di industri perikanan.
"Laporan penelitian ini merupakan satu-satunya publikasi yang memberikan gambaran utuh dan kritis tentang Perdagangan Orang dan Kerja Paksa di Industri Perikanan di Indonesia," ujarnya.
Dijelaskan, dengan adanya peraturan tersebut diharapkan bisa menciptakan mekanisme sertifikasi untuk memastikan industri perikanan di Indonesia bebas dari pelanggaran HAM. Sehingga perusahaan di sektor perikanan wajib menyerahkan laporan detail untuk memastikan kesejahteraan ABK dan awak kapai perikanan lainnya.
"Atas kerja sama yang erat dengan pmerintah Indonesia, IOM pada Maret 2015 telah mengidentifikasi dan memberikan bantuan kepada ribuan ABK asing korban perdagangan orang. Mereka dibebaskan dari kondisi perbudakan di kapal yang sedang berlabuh di pelabuhan Indonesia Timur setelah diterapkannya moratorium untuk memperpanjang izin operasi," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar menambahkan PermenKP baru ini mulai diterapkan tahun 2017. Karena itu, pemberian izin baik itu dalam bentuk Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkap Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) sudah harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam PermenKP 2/2017.
"Saat ini, kami tengah membuat daftar perusahaan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan sertifikat HAM. Dari pendataan sementara, sudah ada tujuh perusahaan yang masuk dalam daftar positif layak mendapatkan sertifikat HAM, namun KKP masih terus melakukan pendataan. Ke depan, semua perusahaan harus menjalankan peraturan baru ini," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama Kepala Misi IOM Indonesia, Mark Getcheli mengungkapkan, dari penelitian yang dilakukan terhadap hasil wawancara dengan lebih dari 1.100 korban perdagangan orang menunjukan pelanggaran HAM yang sistematis dan masif. Selain itu juga ada tindak kriminalitas mulai dari pemalsuan dokumen hingga pembunuhan. Tumpang tindihnya peraturan di industri ini juga turut melanggengkan praktik tersebut.
"Dengan terbitnya peraturan baru ini, kami patut mengapresiasi pemerintah atas berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah yang menyebabkan perdagangan orang dan eksploitasi tenaga kerja seperti yang kami sebutkan dalam laporan ini," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved