Susunan kepengurusan Partai Demokrat yang diumumkan Ketua Umum Anas Urbaningrum, kemarin, terus menuai kritik pedas. Salah satu titik poin yang mendapat sorotan tajam, keberadaan Johnny Allen Marbun, sebagai wakil ketua umum. Pengamat politik dari UI, Arbi Sanit menilai kasus hukum Allen yang kini ditangani KPK, seharusnya jadi pertimbangan.
Arbi juga menyoroti dugaan pemalsuan atau manipulasi kartu tanda anggota (KTA) partai, yang dibuat berlaku surut. Beberapa pengurus baru yang belum pernah tercatat sebagai anggota, tetapi karena kebutuhan organisasi kartu anggotanya disulap, agar bisa masuk kepengurusan.
“Itu kan kriminal dan menyalahi AD/ART partai. Itu sama saja dengan pengurus kutu loncat atau pengurus keranjang sampah,” tegas Arbi kepada Politikindonesia.com, di Jakarta, Jumat (18/06).
Dalam pandangan Arbi Sanit jika tak hati-hati menangani kasus Allen, akan berdampak buruk bagi Partai Demokrat, yang bertekad meraih suara di atas 30 persen pada Pemilu 2014. Karena kasus hukum yang membelit Allen itu, bisa menjadi titik lemah bagi partai.
Isu yang berkembang memang menyebutkan, dalam waktu dekat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akan meningkatkan status Allen sebagai tersangka kasus korupsi, setelah bukti-buktinya cukup. Kita tahu, jika sebuah kasus sudah ditangani KPK, biasanya akan terus berlanjut sampai ke pengadilan.
Dalam pandangan Arbi Sanit, konsekuensi itu mestinya menjadi pertimbangan sebelum memilih kader dalam posisi penting. Karena bisa dibayangkan kerepotan yang terjadi jika benar-benar Allen menjadi tersangka, lalu disidangkan, apalagi sampai divonis, itu pasti akan mengurangi nilai kolektifitas partai. Pilihannya, pastilah mengeluarkan yang bersangkutan dari kepengurusan.
Saat ditemui politikindonesia.com usai acara Munas II PKS di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (17/06) malam, Anas Urbaningrum mengatakan keputusannya merekrut Allen sebagai Wakil Ketua Partai Demokrat untuk menghargai kader yang tengah bekerja keras untuk kemajuan partai.
"Kami tidak pernah mau berpikir yang macam-macam. Kami hanya berpikir bagaimana menghargai kinerja kader potensial yang membangun partai," tegas Anas.
Nama Jhonny Allen Marbun dikaitkan dengan dugan suap pada proyek pembangunan sarana pelabuhan dan dermaga di kawasan Indonesia Timur. Ketika itu, menjadi anggota Komisi VI DPR, periode 2004-2009. Kasus itu kini diselidiki oleh KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi SP memastikan, pihaknya akan tetap melakukan penyelidikan terhadap Jhonny Allen, dalam dugaan keterlibatan kasus suap proyek sarana transportasi 2009 itu.
Kepada wartawan di Jakarta, kemarin, Johan menyatakan KPK tak terpengaruh dengan posisi strategis Jhonny di partai penguasa saat ini. Semua itu, kata dia, tidak akan mempersulit KPK melakukan tindakan hukum. Ia memastikan, tak ada hubungannya jabatan dengan penyelidikan. KPK masih melakukan penyelidikan.
Seperti diketahui, kemungkinan proses hukum terhadap Jhonny kembali terbuka setelah bekas ajudannya, Risco Pesiwarisa, bersaksi di KPK. Risco menjadi saksi kunci dalam kasus suap oleh pengusaha Hontjo Kurniawan sebesar Rp3 miliar untuk pembangunan sarana pelabuhan dan dermaga di kawasan Indonesia Timur.
Risco berperan dalam penyaluran uang suap dari Hontjo Kurniawan. Uang suap itu disalurkan lewat Abdul Hadi Djamal terkait persetujuan Jhonny untuk pengucuran dana stimulus pembangunan dermaga dan Bandara di Indonesia timur. Risco mengatakan Rp1 miliar dari Abdul Hadi diberikan lewat ajudan yang bernama Abdul Hanun. Uang itu diserahkan kepadanya, diteruskan ke Jhonny Allen, di Hotel Aston Rasuna, 2009.
Balas Jasa
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit mengatakan partai yang dipimpin Anas Urbaningrum itu berpraktek nepotisme. Ia menunjuk keputusan mendudukkan Edhie Baskoro Yudhoyono sebagai Sekretaris Jenderal. Selain masih muda, ia melihat putra Presiden, yang akrab disapa Ibas itu, dianggap belum berpengalaman di dunia politik nasional.
"Pengalamannya belum ada. Masak sih partai sebesar itu tidak mampu mencari kader terbaiknya. Ini kesalahan pertama Partai Demokrat," kata Arbi Sanit.
Arbi mengatakan kesalahan kedua partai berlambang bintang mercy ini, kuatnya politik balas jasa yang tercermin dari banyaknya orang yang masuk kepengurusan DPP. Jumlah anggota pengurus yang mencapai 130 orang itu, kata dia, terlalu banyak dan gemuk sekali. "Kentara sekali politik balas jasanya. Apa ini bukan nepotisme namanya. Saya rasa Anas, formalitas saja dan kader muda hanya simbol semata."
Beberapa aktivis yang biasa bersuara vokal juga dipilih dalam kepengurusan baru Partai Demokrat. Namun aktivis penegakkan hukum dan HAM Usman Hamid terlihat mundur di menit terakhir. Dengan mundurnya Usman di menit terakhir itu berkembang spekulasi, kepengurusan internal Partai Demokrat dalam keadaan genting karena banyak titipan dari istana.
Anas punya jawaban untuk itu. Menurut Anas mundurnya Usman disebabkan atas keinginan sendiri. "Secara ide kami bertemu, bahwa partai bagian dari perjuangan untuk penegakan hukum dan HAM tetapi Usman Hamid mengatakan kepada saya, 'sekarang belum waktunya'. Jadi, bukan tidak menerima, tapi belum waktunya masuk partai. Tentu saya menghormati itu."
Anas juga menyebutkan saat ini Partai Demokrat memang sedang menarik tokoh muda yang memiliki potensi untuk mengembangkan kemajuan partai. Perekrutan tokoh JIL Ulil Abshar dalam kepengurusan DPP kata Anas salah satu buktinya. Anas menilai tokoh muda JIL yang konservatif itu sangat berpotensi sekali mengembangkan partai asuhan Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Tokoh muda lainnya yang direkrut, Andi Nurpati yang sebelumnya anggota KPU. Masuknya Andi Nurpati dalam kepengurusan diduga kuat untuk mengaburkan kecurigaan publik bahwa Partai Demokrat tengah main mata dengan KPU pada Pemilu 2009. Lagi-lagi Anas menjawab isu politik tersebut dengan tenang dan mengatakan alasan Partai Demokrat memilih anggota KPU wanita itu. "Jangan berpikir seperti itulah. Ini rekrutmen biasa, sama dengan yang lain."
© Copyright 2024, All Rights Reserved