Politikus Partai Demokrat, Taufiqurrahman, memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar walikota maupun bupati di wilayah Jakarta dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai walikota/bupati di wilayah Daerah Khusus Jakarta dipilih secara demokratis melalui Pemilukada,” kata Taufiq membacakan petitumnya.
Pemohon meminta walikota/bupati sebagai kepala daerah otonom yang diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengelola pemerintahan secara mandiri.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Jakarta Pusat itu memperbaiki permohonan Perkara Nomor 75/PUU-XXII/2024 yang diajukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/8/2024).
Taufiq menguji materi Pasal 1 angka (9), Pasal 6 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Selain provinsi, Pemohon juga berharap agar penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Daerah Khusus Jakarta bersifat daerah otonom dengan berasaskan desentralisasi.
Dalam perbaikan permohonannya, Pemohon mengganti batu uji dalam konstitusi yang dipertentangkan dengan pasal-pasal yang diuji. Pemohon menggunakan Pasal 18 ayat (2) dan (4) serta Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 sebagai batu uji.
Menurut Pemohon, Pasal 6 ayat (1) UU DKJ bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (4) UUD, Pasal 13 ayat (2) UU DKJ bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) UUD, Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) UU DKJ bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD, serta Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD.
Taufiq mengatakan, dapat disimpulkan pula, Provinsi Daerah Khusus Jakarta tidak meletakan otonomi daerah di tingkat kota/kabupaten.
"Bahwa dengan berlakunya ketentuan dimaksud menghilangkan hak konstitusional warga negara in cassu hak konstitusional Pemohon untuk berpartisipasi dalam pemerintahan melalui mekanisme pemilukada," kata Taufiq.
Dalam sidang sebelumnya, Pemohon telah menuturkan akibat berlakunya ketentuan tersebut, Pemohon sebagai putra Jakarta Pusat tidak dapat ikut berpartisipasi dan/atau mendapat kesempatan untuk menjadi walikota Jakarta Pusat.
"Ketentuan pasal yang diuji di atas menimbulkan diskriminasi karena menutup kesempatannya untuk dapat berpartisipasi dalam pemerintahan daerah tingkat kota," pungkas Taufiq. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved