Dewan Rakyat Lampung (DRL) melakukan aksi longmarch dari Islamic Centre Rajabasa menuju DPRD Provinsi Lampung. Kehadiran mereka di gedung DPRD dalam rangka menolak kebijakan impor jagung yang rencananya akan dilakukan pemerintah, Kamis (15/03).
Penolakan ini ditegaskan Fauzi Silalahi, Sekretaris Jenderal DRL Wahrul Fauzi Silalahi. Dengan menggunakan ratusan kendaraan roda dua dan roda empat, 500-an anggota DRL melakukan arak-arakan menyusuri Jalan Soekarno Hatta, Jalan Teuku Umar, Jalan Raden Intan, Jalan Ahmad Yani dan Jalan Wolter Monginsidi. Selanjutnya menuju gedung DPRD Provinsi Lampung.
Wahrul menegaskan, DRL Lampung menyerukan agar pemerintah tidak melaksanakan kebijakan impor jagung. Wahrul mendesak pemerintah jangan lagi melakukan kesalahan yang berulang. Setelah mengambil kebiajakan impor beras, kini pemerintah berniat impor jagung.
“DRL Lampung menyerukan kepada pemerintah melalui Pemda Provinsi Lampung untuk tidak melaksanakan impor jagung. Karena, produksi jagung petani cukup memenuhi kebutuhan nasional. Kenapa kita harus impor?” ujar Wahrul.
Wahrul mengatakan, kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah sudah mengoyak hati nurani rakyat. Pemerintah gagal menstabilkan harga pada saat petani panen.
“Pemerintah selalui gagal menjaga stabilitas harga pada saat petani panen. Akibatnya petani selalu merugi,’’ ujar Wahrul.
Selain menolak kebijakan impor jagung, DRL Lampung juga meneriakkan pemerintah agar menetapkan standar harga hasil pertanian. Di samping itu, pemerintah diminta untuk mememuhi dan memperkuat kedaulatan pangan petani.
Selain itu, DRL meminta pemerintah tidak melaksanakan impor jagung, DRL juga meminta berani dan mampu mengambil tindakan tegas terhadap persoalan penyimpangan pupuk bersubsidi. Persoalan pupuk bersubsidi juga kasus yang terus berulang tanpa satupun pihak-pihak yang terlibat dipenjarakan.
Dari catatan DRL, jelas Wahrul, pemerintah juga gagal menyelesaikan persoalan pupuk bersudsidi. Dengan berbagai alasan, pupuk bersubsidi selalu menghilang manakala musim panen tiba. “Kejadian ini kan terus berulang. Dan gak pernah terselesaikan,’’ ujar Wahrul.
Wahrul mengatakan, DRL juga menuntut agar reformasi di bidang agraria harus segera dilaksanakan. Banyak persoalan-persoalan tanah yang sekarang terjadi merupakan buah dari kekesalan masyarakat dari kasus yang turun menurun.
“Setiap ganti rezim dalam memimpin bangsa dan daerah ini, persoalan agraria tidak pernah selesai. Puncaknya meletus kasus Mesuji dan Register 45. Ini kan buah dari ketidakseriusan pemerintah menyelesaikan persoalan pertanahan,” imbuh Wahrul.
Selama ini menurut penilaian DRL, kata Wahrul, pemerintah pusat dan daerah tidak serius menangani persoalan tanah rakyat. Jika pemerintah serius, persoalan Mesuji dan Register 45 tidak meledak dan menjadi persoalan internasional.
“Akibatnya terbangun imej bahwa pemerintah republik ini negatif,” ujar Wahrul.
© Copyright 2024, All Rights Reserved