Untuk kesekian kalinya kembali terungkap pembobolan bank plat merah, sepertinya bank-bank milik pemerintah sangat rentan untuk dimanipulasi. Saat ini, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sedang memburu Bobby Pitoy (43) dan RP (45) selaku Komisaris dan Direktur PT Industri Baja Garuda (IBG). Keduanya dituduh membobol BNI senilai Rp500 miliar.
Untuk itu, Kajati Sumut, Wisnu Subroto, SH minta agar keduanya menyerahkan diri untuk diproses secara hukum. "Kedua tersangka yang juga pelaku kredit macet tersebut agar melapor pada Kejati Sumut dan akan tetap dilindungi," ujar Wisnu. Selain itu Wisnu juga menyatakan bahwa keduanya sudah dimintakan kepada pihak Imigrasi untuk dicekal.
Walau terkesan lambat menangani kasus tersebut, Kejati Sumut berhasil menahan Paul Chandra (63) Direktur Utama PT IBG. Selain itu, tiga orang mantan direksi BNI juga telah ditahan Kejati Sumut. Mereka adalah Saifuddien Hasan mantan Direktur Utama BNI, Suryo Sutanto dan Rachmat Wiryaatmadja, keduanya mantan direktur BNI.
Pembobolan BNI tersebut dimulai ketika bulan Juli 2002, Komisaris PT IBG Bobby Pitoy menemui Direksi BNI untuk memohon kredit. Anehnya hanya dalam waktu dua hari permohonan kredit Bobby tersebut disetujui Direksi BNI. BNI langsung mengucurkan kredit senilai Rp50 miliar sebagai modal kerja dan Rp140 miliar sebagai kredit investasi. Total kredit yang disalurkan BNI tanpa prosedur tersebut mencapai Rp190 miliar.
Jelas Direksi BNI melanggar kaidah-kaidah penyaluran kredit sebagaimana mestinya, seperti tanpa penilaian aset PT IBG. Padahal, pada saat itu PT IBG tengah menunggak utang kepada sindikasi perbankan dengan total Rp 427 miliar. Karena itu seluruh aset perusahaan, berupa pabrik dan seluruh isinya, diambil alih oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Total kerugian negara yang disebabkan oleh ketiga pelaku tersebut mencapai Rp617 miliar. Jelas mereka mempergunakan celah hukum dan memanfaatkan kelemahan Direksi BNI. Bila tidak ada ‘saling pengertian’ atau kolusi dengan Direksi BNI, niscaya kredit sebesar Rp190 miliar hanya dalam dua hari bisa cair.
Seperti keinginan masyarakat Indonesia dan Presiden SBY, agar uang negara yang dikorupsi bisa dikembalikan. Sebaiknya Kejati Sumut harus berani menyita aset-aset milik tersangka dan keluarganya. Karena bagaimanapun uang korupsi tersebut sudah tentu direkayasa atau money loundring agar terkesan bersih. Sudah tentu keluarga mereka juga ikut merasakan, karena itu tidak ada pilih kasih, kekayaan keluarga mereka harus disita.
© Copyright 2024, All Rights Reserved