Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali menyinggung soal pemecatannya dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena membela Setya Novanto yang saat itu menjadi Ketua DPR dan diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta saham Freeport. Fahri menyinggung hal itu, karena uji materi yang diajukan Setya Novanto terkait kasus itu, justru dikabulkan Mahkamah Konstitusi.
“Tapi gara2 membela posisi SN saya dipecat..sekarang SN dibela MK Nasibku gimana dong?..hehe..," tulis Fahri ,ewat akun Twitternya @Fahrihamzah, Rabu (07/09).
Fahri mengatakan, sejak awal ia berpendapat bahwa bukti rekaman percakapan antara Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia saat itu, Maroef Sjamsoeddin, adalah ilegal.
Sebab, rekaman tersebut diambil secara diam-diam oleh Maroef. “Logika gini: Merekam omongan orang diam2 itu mencuri: Maka: 1. Gak boleh ketahuan. 2. Kalau ketahuan Hasil curian itu ilegal," tulis Fahri.
Wakil Ketua DPR itu menambahkan, satu-satunya yang berhak untuk melakukan penyadapan atau perekaman diam-diam adalah intelijen. Hasil operasi intelijen itu hanya boleh dipakai Presiden dan tidak boleh menjadi alat bukti.
Sementara penegak hukum, ujar dia, bisa melakukan penyadapan atau perekaman diam-diam selama atas izin pengadilan. “Sekarang silakan nalar sendiri apa yang menimpa mantan ketua DPR yang sekarang jadi ketua umum @PartaiGolkar itu," tulis Fahri.
Seperti diketahui, pada Rabu kemarin, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi yang diajukan Setya Novanto, terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
Pasal dimohonkan Novanti untuk diuji adalah Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 44 huruf b dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Pasal 26 A UU KPK.
Dalam pertimbangannya MK menyatakan, ada kekurang-lengkapan peraturan terkait penyadapan. Maka dari itu, gugatan uji materi yang diajukan pemohon menjadi beralasan secara hukum.
“Untuk melengkapi hal itu, dalam pertimbangan Mahkamah, yang termasuk di dalamnya tidak semua orang bisa melakukan penyadapan, maka pemberlakuan bersyarat dalam UU ITE beralasan secara hukum," sebut MK.
“Permohonan pemohon diterima sebagian sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti penegakan hukum atas permintaan kepolisian dan institusi penegak hukum lainnya sebagaimana diatur dalam UU ITE," ujar Ketua MK Arief Hidayat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (07/09).
Dijelaskan, Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 44 huruf b dalam UU ITE tidak mempunyai hukum yang mengikat, selama tidak dimaknai khususnya frasa informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti.
© Copyright 2024, All Rights Reserved