MENGAPA Rakyat Indonesia cukup menggelontorkan uang sogokan pada elite untuk mengganti UUD 1945?
Inilah penghinaan terhadap kedaulatan Rakyat Indonesia yang telah dilakukan kudeta konstitusi.
Para gurubesar dan kaum intelektual kampus bicara sampai berbusa soal etika politik. Bagaimana menuntut etika politik, sementara dalam kudeta konstitusi jauh dari etika politik, tiba-tiba mereka merasa paling punya etik. "Etik gundulmu" itu sudah benar, sebab mereka sedang mabuk demokrasi tanpa nilai.
Memang kita harus hati-hati kawan, saya yang dulu berjuang di KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) dan juga mendirikan petisi 100 untuk menuntut kembali ke UUD 1945 dan Pancasila justru sekarang hanyut di dalam FTA, ikut hanyut dalam demokrasi liberal ajaran Chris Komari yang akan menerapkan demokrasi dengan cara-cara Amerika.
Demokrasi ala Walondo, istilah Prof Sofian Effendi justru dipuja banyak gurubesar dan aktivis kampus, melupakan semua nilai-nilai karakter kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila.
Bahkan Pusat Studi Pancasila UGM dalam kongres Pancasila baru-baru ini aneh, Pancasila yang sudah final sebagai ideologi pilihan bangsa untuk mendirikan Indonesia merdeka masih dipertanyakan dan dibongkar ala demokrasi liberal oleh Rocky Gerung.
Dengan merasa paling beretika, ia mengatakan dungu, bajingan tolol. Apa pantas keluar dari mulut intelektual ahli filsafat katanya?
FTA buat saya adalah musuh ideologi, oleh sebab itu bantah saja uraian saya ini dengan argumentasi yang mencerahkan. Sebab bagi kami, Indonesia adalah tanah air beta, tidak butuh Forum Tanah Air kalau forum itu ingin menjajah Tanah Air beta yang berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Kami tidak akan pernah berkhianat pada Tanah Air beta, sebab nenek moyang kami orang Indonesia yang mendirikan Tanah Tumpah Darah Indonesia.
*Penulis adalah Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
© Copyright 2024, All Rights Reserved