Pemerintah Thailand hari Jumat (22/8) membenarkan bahwa Hambali, teroris yang dituduh menjadi dalang berbagai aksi pengeboman di Asia Tenggara, tengah menyusun rencana menyerang kedutaan besar AS, Australia dan Israel di Bangkok, ketika dia ditangkap aparat keamanan.
PM Thailand Thaksin Shinawatra mengatakan, Hambali yang ditangkap pada 11 Agustus di kota Ayutthaya, 80 km dari Bangkok memang tengah mengincar sejumlah kedutaan ketimbang menyerang KTT APEC pada Oktober mendatang, seperti diyakini banyak pihak selama ini.
Thaksin mengonfirmasi sebuah laporan pada hari Kamis di harian The Australian bahwa salah seorang interrogator Hambali, yang kemungkinan dari Thailand, mengatakan teroris itu memang mengincar sejumlah kedutaan besar.
Dilaporkan, Hambali, alias Ridwan Isamuddin, telah tinggal di Thailand selama 18 bulan terakhir ini, dan secara teratur bepergian antara provinsi Narathiwat dan Bangkok
Disebutkan Hambali menyaksikan ketika polisi menangkap rekannya, Zubair Mohammad, warga negara Malaysia, yang juga tinggal satu apartemen di Universitas Ramkhamhaeng.
Polisi sendiri tidak tahu bahwa ketika itu Hambali dan istrinya, Noralwizah Lee, tinggal di gedung yang sama, namun mereka mengakui melihat ada seorang lain yang mengamati penangkapan itu, yakni Lily, yang belakangan menjadi orang yang membuka jalan bagi penangkapan Hambali.
Hambali dan istrinya kemudian meninggalkan Thailand selama tiga bulan ke Kamboja untuk menghindari kejaran polisi. Namun polisi, yang bergerak atas informasi dari anggota JI lainnya yang telah ditangkap di Malaysia, Wan Min Wan, memburu ke sana.
Mereka gagal menemukan Hambali melainkan dua warga Thailand dan seorang Mesir di sebuah madrasah dekat Phnom Penh. Hambali, yang menggunakan paspor palsu Spanyol dengan nama Daniel, tidak pernah melewati petugas imigrasi ketika keluar masuk Thailand.
Paspor palsu itu diurus pengecapannya oleh Lily melalui kurir kepada petugas imigrasi yang korup di Chiang Mai (yang berbatasan dengan Myanmar), namun capnya adalah pos imigrasi Chiang Khong, yang berbatasan dengan Laos.
Sementara itu Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) berharap dapat memproses Hambali di Indonesia karena sejumlah catatan menunjukkan keterlibatannya dalam sejumlah aksi teror bom di Indonesia.
Hal itu dinyatakan Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar di Jakarta, Jumat (22/8) pagi saat berolahraga pagi bersama dengan sejumlah diplomat asing di lapangan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan, seperti ditulis Sinar Harapan.
Ditanya apakah pihak Mabes Polri akan melakukan permintaan ekstradisi terhadap Hambali yang kini berada di Amerika Serikat (AS), Kapolri menegaskan pihak kepolisian hingga kini khususnya NCB telah mengirim red notice kepada Amerika Serikat. Namun hingga kini surat tersebut belum dijawab.
Menurutnya, Indonesia harus menghormati negara yang telah berhasil menangkap Hambali. Negara tersebut berhak melakukan pemeriksaan terhadap Hambali.
Langkah-langkah yang akan diambil, menurut Kapolri adalah tukar-menukar informasi karena masalah Hambali sekarang ini juga terkait dengan masalah lama yang selalu berhubungan dengan kasus bom, meski pada saat kejadian tersangka tidak berada di Indonesia. Namun demikian pihak Kepolisian Indonesia selalu proaktif dengan mengirim semua informasi tentang Hambali ke negara-negara sahabat.
Kapolri dalam kesempatan itu mengatakan, dalam melaksanakan kerja sama yang baik dengan negara-negara sahabat serta untuk membina hubungan kerja sama terutama dalam kaitannya dengan Interpol atau (AFO), Mabes Polri Jumat pagi ini mengundang sedikitnya 84 kedutaan besar yang berada di Indonesia.
Namun hanya 16 duta besar yang datang. Sedangkan, 57 lainnya adalah para staf dari kedutaan besar tersebut.
Kerja sama ini terutama dalam kaitannya untuk memerangi kejahatan trans-nasional. Kejahatan tersebut dalam masalah narkotika, pembajakan di laut, serta penyelundupan senjata api.
Apalagi kini ada dalam bentuk cyber crime. ”Tanpa adanya kerja sama yang baik ini tentu kita akan menjadi bulan-bulanan para penjahat. Oleh karena itu dibentuklah kerja sama yang baik dengan cara mengundang para duta besar untuk melakukan komunikasi yang terus-menerus atau dengan cara menukar red notice yang selama ini telah dilakukan kepolisian kita,” ujarnya.
Selain itu juga, kerja sama ini terlihat dan makin erat setelah terjadinya kasus bom Bali dan bom Marriott baru-baru ini dengan banyaknya negara sahabat yang mau membantu mengungkap kasus peledakan tersebut. Namun demikian kerja sama teknik dalam olah tempat kejadian perkara (TKP) yang selama ini hanya dapat diperbolehkan atau dilakukan oleh negara sahabat. Mengenai aktivitas penyidikan, hal itu hanya dapat dilakukan oleh Kepolisian Indonesia. Keahlian itulah yang dimiliki kepolisian kita, katanya.
Sementara itu Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng menegaskan bahwa Hambali atau Ridwan Isamuddin adalah otak dari 39 kasus pengeboman di seluruh wilayah Indonesia, terhitung mulai bom pada malam Natal tahun 2000 yang meledak secara serempak, hingga bom Bali.
”Catatan Mabes Polri pada saat pengeboman malam Natal, Hambali masih berada di Indonesia, setelah itu dia mengendalikannya dari luar negeri. Negara-negara yang pernah disinggahi Hambali, Malaysia, Pakistan, Kamboja, dan Thailand,” kata Erwin Mappaseng di Jakarta, Kamis (21/8) siang.
Dia menjelaskan, kasus pengeboman yang diotaki Hambali berawal dari Gereja GKPI di Medan pada 28 Mei 2000, Gereja Santa Ana pada 22 Juli, kediaman Kedubes Filipina pada 1 Agustus 2000, Gereja GKRI dan Gereja GKII di Medan pada 20 Agustus 2000, rumah Pendeta Sitorus di Medan pada 27 Agustus 2000, perusahaan tambang emas New Month Sumbawa pada 14 Oktober 2000, gedung ISTP Dharma Agung Medan pada 12 November 2000, Desember 2000 di 24 tempat, 15 di antaranya di Medan, sisanya di Pekanbaru, Mojokerto, Bandung, Batam, Sukabumi, Jakarta dan NTB.
Pada tahun 2001, ada tiga kasus pengeboman. Satu di Jakarta, tepatnya pada 1 Agustus di Atrium Senen, sebenarnya sasarannya adalah gereja-gereja yang berada di Atrium itu, dua lainnya di GKP Pangkalan Kerinci, Pekanbaru. Sedangkan pada tahun 2002 di tiga tempat yakni di Bali, tepatnya di Sari Club, Paddy’s club Legian, dan Renon.
Selain itu, kata Erwin Mappaseng, bom yang meledak di 39 tempat dan dirakit oleh kelompok Jamaah Islamiah (JI), mempunyai kesamaan ciri khas. Khusus bom yang meledak secara serempak di malam Natal adalah waktunya diatur untuk Indonesia Bagian Barat (WIB) pada pukul 24.00 atau pukul 00.00, untuk Indonesia Bagian Tengah (WIT) pada pukul 23.00 WIB.
Ciri khas lainnya adalah dari sirkuit yang ditemukan setelah terjadi ledakan. Dari tiga sirkuit yang ditemukan, menunjukkan kesamaan. Diduga kuat sirkuit itu buatan Dr Azhari, atau Azahari warga negara Malaysia. Mereka, tambah Erwin Mappaseng, juga selalu menggunakan baterai HW, yang bukan buatan Indonesia, dengan kekuatan 9 volt, bahan baku bom selalu ada campuran high explosive, yakni TNT dan low explosive, black powder. Selain itu yang sama adalah detonatornya.
Sementara itu, dari Medan dilaporkan, dua tersangka pelaku perampokan Bank Lippo Cabang Dr Mansyur Medan yang menewaskan tiga karyawan bank beberapa waktu lalu, telah dikirim aparat Polda Sumut ke Mabes Polri untuk diselidiki. Pengiriman kedua pelaku tersebut berkaitan dengan keterlibatan keduanya sebagai penyumbang dana peledakan bom di Hotel JW Marrriott 5 Agustus 2003 lalu.
Hal itu diungkap Kasat Reskrim I Jatanras Polda Sumut, Ajun Komisaris Besar Mardi Rukmianto, Kamis (21/08) di Medan. ”Kedua tersangka telah kita kirimkan ke Mabes Polri pada akhir pekan lalu,” katanya.
Kedua tersangka tersebut masing-masing Indra Warman alias Toni Togar dan Purwadi selanjutnya diserahkan pihak kepolisian Polda Sumut ke tim investigasi bom Marriott di Jakarta.”Kedua tersangka juga diduga terlibat dalam kasus bom Marriott. Mereka diduga berperan sebagai penyandang dana untuk peledakan,” ujarnya.
Menurut Mardi, meskipun sudah dikirim ke Mabes Polri, pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan tim investigasi di Jakarta, dan hingga kini masih belum menerima konfirmasi, apakah mereka terlibat dalam peledakan bom Marriott atau tidak? ”Kita tunggu saja hasilnya,” ujar perwira berpangkat melati dua ini.
Indra Warman alias Toni Togar dan Purwadi ditangkap petugas Poldasu pada bulan Juni yang lalu di dua lokasi terpisah, masing-masing Medan dan Pekanbaru. Keduanya ditangkap karena terlibat perampokan Bank Lippo di Jalan Dr Mansyur Medan yang berhasil menyikat brankas berisi uang kontan senilai Rp 113 juta. Kemudian mereka kabur bersama beberapa rekannya yang lain.
© Copyright 2024, All Rights Reserved