Peningkatan investasi dibidang perikanan belum memberi manfaat lebih bagi kepentingan rakyat. Sepanjang tahun 2009-2011, investasi perikanan meningkat lebih dari 230 persen. Sayangnya, industri perikanan hanya mampu menyerap kurang dari 250.000 orang tenaga kerja (processing labour). Itu pun tenaga kerja yang terlibat masih dalam posisi lemah dengan standar penggajian yang rendah.
Demikianlah disampaikan Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), M. Riza Damanik saat Focus Group Discussion (FGD) bertema "Masyarakat Kepulauan, Tantangan dan Permasalahannya", di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (02/05). “Kenyataan itu menunjukan bahwa meningkatnya investasi perikanan belum memberi manfaat bagi kepentingan rakyat,” ujar dia.
Kasus paling terang adalah dalam hal penyerapan tenaga kerja nasional. Peningkatan investasi yang besar belum diiringi dengan penyerapan tenaga kerja. “Untuk itu, diperlukan adanya kepastian dalam hal pengurangan hingga penghapusan tenaga kerja asing dalam kegiatan perikanan," ungkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) ini.
Riza mengatakan, rencana pemerintah mengurangi angka pengangguran melalui program nasionalisasi anak buah kapal (ABK) perikanan dipastikan tidak terwujud tahun ini. Karena hampir 80 persen proporsi ABK yang bekerja di kapal ikan berbobot di atas 30 GT masih didominasi oleh ABK asing.
Menurutnya, banyaknya nahkoda dan ABK asing yang bekerja di di kapal-kapal penangkapan ikan berbendera Indonesia mengakibatkan Indonesia mengalami kerugian hingga Rp382 juta. Karena dana itu seharusnya masuk kas penerimaan negara. Sehingga kerugian itu ditanggung oleh negara dari pos pajak penghasilan
Riza mengakui, alokasi anggaran untuk pelatihan perikanan terus meningkat. Namun, lapangan pekerjaan di sektor perikanan, baik di atas kapal maupun pengolahan, justru terbatas. Saat ini, diketahui terdapat 1.274 unit kapal eks asing berbobot mati di atas 30 ton dan berbendera Indonesia yang mengantongi surat izin penangkapan ikan.
“Dari jumlah itu, ada sebanyak 50.960 warga negara Indonesia kehilangan kesempatan kerja di sektor perikanan karena dominasi nakhoda dan ABK asing. Karena KKP pada awal tahun 2013 telah melepaskan 6 kapal penangkap ikan eks asing berbendera Indonesia yang mempekerjakan nakhoda dan ABK asing hingga lebih dari 90 persen," ucapnya.
Diungkapkan, fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah tak menjalankan mandat sebagaimana mestinya. Seperti yang diamanah dan wewenang Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Pada pasal 35A dijelaskan bahwa syarat kapal ikan yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, haruslah ABK Indonesia. Bahkan, bagi kapal berbendera asing yang beroperasi di ZEEI, disyaratkan untuk menggunakan ABK Indonesia sedikitnya 70 persen dari total awak kapalnya.
“Jadi semua itu dilakukan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memudahkan pengawasan perikanan. Kami berharap, KKP bisa segera menindak tegas terhadap para pelaku praktek penyimpangan tersebut dan memberi sanksi kepada oknum-oknum aparat KKP yang tidak taat hukum," tandas Riza.
© Copyright 2024, All Rights Reserved