DPR mendesak isu suap seputar pencetakan uang pecahan Rp100 ribu di Reserve Bank Of Australia diselidiki. KPK mulai melakukan penyelidikan dugaan keterlibatan dua pejabat BI. Sementara BI, mengancam akan menggugat harian The Age Australia jika pemberitaan yang dirilisnya itu tidak benar. Berkembang jadi bola liar.
Merebaknya isu suap dalam percetakan uang di lingkungan BI mengundang keprihatinan Dewan Pertimbangan Rakyat. Pihak parlemen mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera memeriksa tender percetakan uang yang selama ini, terkesan tertutup itu.
"KPK perlu turun tangan, karena menurut saya, bukanlah soal cetak uang Rp100 ribu saja. Ini berkaitan dengan tender pengadaan uangnya," ujar Wakil Ketua DPR Pramono Anung di Jakarta, Kamis (27/05).
Dalam pandangan Pram, BI selama ini kurang terbuka pada DPR soal percetakan uang. Dia mencurigai ada sesuatu yang tak beres dibalik itu. Tender percetakan uang, sampai saat ini belum pernah dipublikasikan BI. "Percetakan uang tidak transparan, padahal di dalam negeri banyak perusahaan yang mampu mencetak dan harganya bersaing. Ini tidak jelas, bisa penunjukan langsung juga kita tidak tahu," ujar dia.
Pram mengaku aroma tidak sedap seputar pencetakan uang ini sudah lama terendus. Namun DPR kesulitan mencari buktinya. “Bukan hanya pejabat BI. Orang yang dekat dengan pengurus BI. Makelar di BI banyak, dan saya yakin lebih besar dari kasus Gayus," ucap dia.
Gayung bersambut. Menanggapi pemberitaan yang merebak di media, KPK mulai menggali informasi seputar dugaan suap yang melibatkan dua pejabat BI tersebut. Seperti diberitakan, nilainya mencapai US$1,3 juta.
“Kita mulai menggali informasi soal itu," ujar jurubicara KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Kamis (27/05).
Meski belum mendapatkan laporan resmi, jelas Johan, KPK tetap dapat mendalami informasi tersebut. Jika didapat cukup informasi, KPK akan segera menindaklanjuti kasus ini ke tahap penyelidikan. "Jika sudah cukup informasi KPK akan lakukan proses ke tahapan lebih lanjut," ujar Johan.
Tunjuk Langsung
Terkait dengan proses tender pencetakan uang pecahan Rp100 ribuan berbahan polimer sebanyak 50 juta lembar pada tahun 1999 di Reserve Bank of Australia itu, Deputi Gubernur BI Budi Rochadi mengakui prosesnya melalui penunjukan langsung. "Saat itu penunjukkan langsung. Ditender, tidak ada yang ikut," ujar Budi dalam keterangan persnya di kantor BI, Kamis (27/05).
Dikatakan Budi, penunjukkan langsung tersebut sah-sah saja. Apalagi, dalam kondisi saat itu hanya RBA yang menjadi satu-satunya perusahaan yang memproduksi uang berbahan polimer. "Kalau hanya satu yang produksi plastik, tender sama siapa?" jelasnya.
Ditegaskan Budi, meski prosedur pengadaan uang berubah-ubah, namun pengadaan selalu melalui panitia independen yang memberi laporan ke atasan atau direktur sebagai pengambil keputusan. Proses kontrak dalam pengadaan uang, serta supplai mesin juga dilakukan langsung antara prinsipal dengan BI tanpa melalui perantara. Sedang, urusan pengadaan melalui tender diurus oleh Direktorat Pengedaran Uang.
Budi juga menampik tudingan bahwa proses pengadaan uang di BI kerap bermasalah. Pemeriksaan internal tidak menunjukkan adanya penyimpangan. "Saya menolak anggapan selalu ada masalah. Tidak ada masalah. Pengadaan kan biasa, banyak orang mengincar ya,"ujar dia .
Tuntut The Age
Adapun BI, kini menjadi pihak yang dirugikan terkait merebaknya isu yang bermula dari sebuah media asal Australia, The Age. BI mengancam, jika pemberitaannya terkait isu suap US$1,3 juta yang melibatkan pejabatnya itu tidak benar, pihaknya akan menuntu The Age.
Demikian sikap BI yang disampaikan Kepala Biro Humas BI, Difi A Johansyah. "Ya nanti, kalau memang misalnya dalam penyelidikan tidak terbukti. Kemudian kita juga mengkonfirmasi dulu apakah benar yang ditulis The Age, Nah kita akan tuntut mereka," ujar dia di Kantor BI, Kamis (27/05).
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Budi Rochadi menjelaskan sangat perlu dilakukan klarifikasi kepada The Age dan Radius Christianto selaku narasumber pemberitaan isu suap tersebut. "Bener nggak yang ditulis The Age. Kami janji, kalau ada apa-apa akan kami proses dengan benar, ke polisi, KPK, dan lain-lain. Kami juga undang untuk lakukan pemeriksaan. Kami sangat kondusif dan membuka kesempatan kepada semua pihak agar semuanya jelas," ujar Budi.
Budi mengatakan, sampai saat ini BI belum bisa berhubungan dengan Polisi Federal Australia karena polisi Australia tersebut sedang melakukan pemeriksaan terkait isu suap tersebut. “Satu hal yang menjadi masalah. Kalau semua baik-baik saja, dan tidak ada dari luar yang menyorot tajam Indonesia, maka kita perlu bertanya ke pembuat beritanya yaitu The Age," ujar Budi.
Kasus pencetakan uang ini merebak setelah harian The Age, edisi Selasa (25/05) menurunkan laporan dugaan suap sebesar 1,3 juta dollar AS dari perusahaan yang terafiliasi dengan Bank Sentral Australia kepada petinggi Bank Indonesia berinisial S dan M.
Suap itu terkait pemenangan tender pencetakan uang pecahan Rp100 ribu di Australia pada 1999. Sebuah korespondensi rahasia antara Radius Christanto, perwakilan anak usaha RBA di Indonesia, dengan Securency International and Note Printing Australia atau Peruri Australia pada 1 Juli 1999 jadi landasannya. Securency International mayoritas sahamnya dimiliki RBA.
© Copyright 2024, All Rights Reserved