Menjelang akhir tahun, harga cabai selalu mengalami fluktuasi. Kenaikan harga cabai kerap menjadi polemik yang menyita perhatian pemerintah. Sempat berada dikisaran Rp35 ribu per kilogram, harga cabai pada awal November telah meroket hingga Rp70 ribu per kilo.
Dirjen Hortikultura Kementan, Spudnik Sujono mengatakan, lonjakan harga cabai hampir selalu terjadi setiap akhir tahun. Hal itu karena rantai tata niaga yang terlalu panjang dan persoalan cuaca.
Ia menyebut, peningkatan curah hujan dalam beberapa hari terakhir menjadi penyebab melambungnya harga cabai, khususnya di Jabodetabek. "Sebenarnya cabai dan bawang ada. Ini bukan karena supply dan demand. Sebab, saya melihat produksi cabai di Sumedang dan Garut, Jawa Barat produksinya tidak turun, tapi hanya tertunda panen saja karena masalah hujan. Bukan hanya di Sumedang, di Lombok, Bima, sampai Jawa tak bisa dipanen. Kalau dipanen pas hujan bisa busuk," ujar Spudnik kepada politikindonesia.com disela-sela Konpres mengenai tingginya harga cabai, Senin (07/11).
Menurutnya, jika dilihat dari luas tanam di periode Oktober sampai November 2016, ketersediaan cabai besar yang mengalami lonjakan tertinggi sebesar 76.771 ton dari kebutuhan 75.761 ton. Kemudian untuk produksi bulan November 2016 sebesar 91.270 ton, sementara kebutuhannya sebesar 75.761 ton.
Artinya, 2 bulan tersebut surplus cabai merah masing-masing 1.010 ton dan 15.509 ton. Namun herannya, harga cabai di pasaran pada tingkat eceran di Jakarta masih di kisaran Rp70 ribu per kg. "Aneh, padahal (produksi) sudah surplus," ujar dia.
Dijelaskan, pencapaian surplus produksi cabai berkat dukungan kelompok tani mitra pemerintah di sentra produksi cabai di seluruh Indonesia. Khususnya pada saat kebutuhan konsumen meningkat di hari besar keagamaan dan hari libur nasional. Peranan mitra ini sangat vital untuk memangkas rantai pasokan yang menjadi pemicu kenaikan harga di pasar.
"Kelompok tani mitra yang dinamai champion berfungsi menjadi penghubung antara petani dengan Badan Urusan Logistik (Bulog), Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Toko Tani Indonesia (TTI), maupun retail swasta. Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi kiprah dari para tengkulak," paparnya.
Sentra produksi cabai yang akan menjadi champion, lanjutnya, berada pada tujuh kabupaten di tiga provinsi. Yaitu Cianjur, Bandung, Sumedang dan Garut di Jawa Barat. Selain itu, Magelang dan Temanggung di Jawa Tengah dan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Daerah tersebut akan memasok minimal 10 ton per hari dengan harga maksimal Rp22.000 per kg.
"Tentunya daerah-daerah tersebut sudah menggunakan manajemen sistem tanam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengaturan pola produksi panen cabai ini dibuat agar tak terjadi penumpukan produksi. Penanaman cabai diatur bergantian di tiap daerah. Ketika sentra yang satu sedang panen, maka tanam cabai dimulai di sentra lainnya. Sehingga produksi cabe lebih merata di masyarakat dan tersedia sepanjang tahun," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved