Forum resmi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membahas dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia dalam pencabutan dan pengaktifan kembali izin usaha pertambangan (IUP) serta hak guna usaha (HGU) lahan di beberapa daerah.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan, kasus Bahlil mirip dengan skandal politik "Papa Minta Saham". Meski tidak ada kerugian negara namun sebagai pejabat negara tidak boleh menyalahgunakan jabatannya untuk mememeras.
Menuru Johanis, saat ini, pimpinan KPK masih ada yang bertugas di luar kota. Sehingga belum dilakukan pembahasan resmi terkait permintaan banyak pihak untuk mengusut dugaan penyalahgunaan kewenangan Menteri Bahlil.
"Publik sudah tahu, kebetulan kami ini ada yang masih tugas di luar, seperti Pak Nawawi lagi tugas ke Manado, jadi secara bersama-sama, secara formal, resmi, itu belum. Tetapi kita sudah mulai mendiskusi di person for person dari pimpinan," kata Johanis Tanak kepada wartawan di Gedung Juang pada Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu siang (6/3/2024).
Menurut Johanis, terkait dengan Menteri Bahlil, hal tersebut akan dibahas dalam forum resmi pimpin KPK nantinya. "Iya kami akan bahas nanti, terkait dengan hal itu nanti kita akan bahas," katag Johanis.
Johanis mengaku, KPK telah mendengar adanya penyampaian informasi dari anggota Komisi VII DPR RI agar KPK menyikapi dan melakukan pengusutan soal IUP.
Johanis menjelaskan, setiap ada indikasi tentang terjadinya suatu peristiwa pidana, tentunya penegak hukum mempunyai kewajiban untuk mencari dan menemukan apakah memang informasi itu benar.
"Kemudian kalau khusus KPK, tentunya akan dipelajari. Apakah informasi itu terindikasi adanya tindak pidana korupsi, untuk melihat adanya indikasi suatu tindak pidana korupsi atau tidak, tentunya kita lihat ada nggak kerugian keuangan negara, atau perekonomian negara," jelas Johanis.
Menurut Johanis, jika melihat informasi yang beredar di masyarakat saat ini dirinya melihat tidak ada terkait kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Namun, terkait dengan penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan oleh pejabat negara atau penyelengara negara atau pejabat pemerintah.
"Menerima suap atau meminta, meminta dalam konteks yang secara halus dapat dikatakan melakukan pemerasan berdasarkan kewenangan atau kekuasaan yang ada padanya. Nah tidak ada kerugian keuangan negara di sini, tetapi dia selaku penyelenggara negara tidak selayaknya kemudian melakukan permintaan seperti itu," kata Johanis.
Johanis pun melihat, persoalan saat ini mirip seperti kasus PT Freeport Indonesia tahun 2015 yang dikenal sebagai kasus "Papa Minta Saham", yang merupakan sebuah kasus dan skandal politik ketika Ketua DPR RI Setya Novanto saat itu disebut mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham dalam sebuah pertemuan dengan PT Freeport Indonesia.
"Hal-hal yang seperti itu dulu, seperti kasus yang pernah ada dulu ya, masih ingatkan 'papa minta saham'. Tidak layak seorang pejabat penyelenggara negara kemudian melakukan hal seperti itu," kata Johanis.
"Itu tidak terkait dengan kerugian negara, tetapi itu terkait dengan penyelengara negara yang kemudian meminta atau melakukan pemerasan terhadap masyarakat yang memerlukan kebijakan negara agar izin yang diperlukan dapat diberikan," pungkas Johanis.[]
© Copyright 2024, All Rights Reserved