Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan kepada organisasi masyarakat keagamaan agar tidak melakukan sweeping dengan cara-cara yang membuat warga ketakutan.
Pernyataan Kapolri dilatarbelakangi aksi ormas FPI yang melakukan sweeping atribut natal di mal-mal. Tak hanya di Jakarta, sweeping juga dilakukan di mal-mal di kota lainnya seperti Surabaya.
Menurut Tito, aksi sweeping tersebut berawal dari fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu. Sehingga, ormas-ormas Islam menganggap fatwa MUI harus ditegakkan.
"Itu berasal dari fatwa (MUI), semacam tidak boleh ada atau memakai atribut Natal, sehingga ini jadi dasar oleh beberapa ormas untuk lakukan sweeping atau apapun namanya," kata Jenderal Tito di Universitas Negeri Jakarta, Senin (19/12).
Tito menegaskan kepada jajarannya untuk dapat menertibkan ormas-ormas yang melakukan aksi sweeping dengan cara seenaknya. Kapolri khawatir aksi sweeping tersebut dilakukan dengan paksaan dan kekerasan.
"Nah, saya sudah perintahkan jajaran kalau ada sweeping yang laksanakan dengan cara keras, tangkap dan proses," kata Tito.
Tito juga menyanyangkan aksi-aksi sweeping yang dilakukan, kerap kali menggunakan istilah "sosialisasi" tapi dilakukan dengan cara membawa massa. "Jadi bikin takut warga dan pengunjung, pakailah cara yang baik," kata Kapolri.
Sebelumnya, massa FPI Jawa Timur mendatangi sejumlah mal yang ada di Surabaya, Minggu 18 Desember 2016. Di antaranya Grand City, WTC, Ciputra World, Excelso Tunjungan Plaza, dan beberapa mal lainnya.
Ketua Bidang Organisasi DPD FPI Jatim Ali Fahmi mengatakan, kedatangan mereka ke mal-mal tersebut untuk meminta agar pihak manajemen mal tidak memaksa karyawannya, yang beragama Islam, mengenakan atribut Natal. Satu atribut Natal yang dicontohkannya adalah topi Santa Claus.
"Ini berdasarkan Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Non Muslim di mal-mal dan pusat perbelanjaan," kata Ali, di Surabaya, Minggu (18/12).
© Copyright 2024, All Rights Reserved