Ternyata, jadi suami presiden repot juga. Simak saja apa yang dialami suami Presiden Indonesia, Megawati Soekarnoputri dan Presiden Filipina Gloria Arroyo.Para suami kedua presiden ini disorot bukan hanya dalam fungsinya sebagai pasangan seorang istri. Tapi, mereka juga dituding memiliki fungsi sebagai presiden bayangan. Nada minus kerap diarahkan kepada mereka.
Adalah sebuah diskusi yang diselenggarakan di Manila dengan tajuk “Kapitalisme Perkoncoan”, yang coba membedah peran para suami presiden di Asia. Bahkan tidak hanya itu, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad pun terserempet dalam diskusi ini. Mahathir dinilai memberi angin segar bagi tumbuhnya kapitalisme perkoncoan di Malaysia. Karena Mahathir banyak memuluskan jalan bagi pengusaha yang dekat dengannya.
Edmund Terence Gomez, seorang profesor dari Malaysia mengungkapkan, faktor utama pemicu munculnya kembali kapitalisme perkoncoan di Asia Tenggara adalah munculnya demokrasi. Karena kontes politik sangat dipengaruhi oleh akses ke uang, hal tersebut memunculkan pertanyaan mengenai kualitas demokrasi yang muncul di kawasan.
Yang lebih menyakitkan lagi adalah, bahwa semangat memberangus korupsi, kolusi dan nepotisme di Asia belakangan ini sudah masuk ke tahap patah semangat. Termasuk di Indonesia. Para analis yang hadir dalam pertemuan di Manila tersebut melihat, bahwa saat ini yang ada hanya mengalihkan para pelaku kapitalisme perkoncoan dari pemain lama ke pemain baru. Tapi polanya tetap sama, menjarah uang rakyat. Benarkah semua pendapat para analis yang hadir dalam diskusi itu?
Yang pasti, Taufik Kiemas pada wawancara khusus dengan MetroTV, membantah bahwa dirinya tidak mau terlibat terlalu jauh dalam urusan pemerintahan. Karena yang jadi presiden itu adalah Megawati, bukan dirinya. Meski telah membantah habis-habisan suara-suara sumbang tentang dirinya, tetap saja terdengar di masyarakat.
Sementara itu, Benny Subianto, seorang periset tamu dari Indonesia di University of the Philippines melihat, kapitalisme kroni di bawah Megawati berbeda dengan di masa Soeharto.
Pada masa Megawati, kapitalisme perkoncoan sifatnya terdesentralisasi, sementara di era Soeharto tidak. Pada masa orde baru, Soeharto dan sejumlah kecil orang kepercayaannya mampu mengendalikan dan memusatkan sumber-sumber daya yang gemuk seutuhnya di tangan mereka.
Jatuhnya rezim Soeharto tidak lantas berarti tamatnya kroni-isme. Bulan lalu, Megawati banyak disoroti, antara lain karena menunjuk suaminya yang pengusaha dan anggota DPR, sebagai pimpinan delegasi pemerintahan dalam suatu misi kunjungan ke Cina.
Di Filipina, suami Presiden Arroyo, Mike Arroyo, juga berada pada posisi teratas daftar “orang-orang yang ingin Anda benci" yang disusun majalah mingguan Newsbreak terbitan terbaru. Aktifitasnya yang begitu tinggi dalam cawe-cawe di pemerintahan memunculkan tudingan sebagai motor penggerak “kabinet bayangan”. Ia diduga juga terlibat langsung dalam kontrak-kontrak bisnis besar yang kontroversial.
Nah, bercermin ke Indonesia, kondisi seperti ini, tentu saja akan berdampak buruk bagi pemerintahan Megawati. Apalagi, kalau Mega mau naik lagi sebagai presiden tahun 2004 mendatang. Implikasi pandangan yang minus dari kalangan analis internasional, tentu akan membuat rapor pemerintahan Mega jadi lebih penuh warna merah. Semoga tudingan-tudingan itu hanya sebuah imajinasi. Bukan kenyataan?
© Copyright 2024, All Rights Reserved