Awal Mei lalu, Joko Widodo telah mengumumkan kepada publik bahwa ia menunjuk Ketua PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Khofifah Indar Parawansa sebagai juru bicara bagi tim pemenangan Pilpres 2014. Permintaan itu disampaikan langsung pria yang akrab disapa Jokowi itu saat mengunjungi kediaman Khofifah di Surabaya. Dan, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan itu menyatakan bersedia.
Jokowi menyebut, pengangkatan Khofifah tersebut sudah sepengetahuan PDIP dan NasDem, koalisi pengusungnya sebagai capres. Tapi belakangan, arus berubah. Setelah Jokowi resmi dideklarasikan bersama cawapresnya Jusuf Kalla, mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan koalisi pendukungnya mengumumkan daftar tim kampanye nasional Jokowi-JK, nama Khofifah bahkan tidak muncul di list tersebut.
Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya di publik. Apalagi, Jokowi sendiri yang mengangkat Khofifah sebagai jubir. Apakah keputusan Jokowi tak ada kekuatan dan bisa dengan mudah dianulir parpol pengusungnya?
Tapi, Khofifah sendiri ternyata tidak mempermasalahkan soal itu. "Supaya fleksibel, saya tidak perlu dicantumkan formal," kata Khofifah.
Lulusan pasca sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia itu, mengaku mengetahui rancangan formasi tersebut tim kampanye nasional itu. Bahkan, dirinya ikut dalam penyusunan tersebut. “Saya ikut kok dalam proses penyusunannya. Saya hadir juga saat rapat pleno tim pemenangan. Saya bisa multi fungsi," ujar dia.
Apa alasan Khofifah mau mendukung pasangan Jokowi-JK? Dan apa syarat yang diajukan perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 itu sebelum mendukung Jokowi? Berikut petikan wawancaranya dengan Elva Setyaningrum dari politikindonesia.com, di Jakarta, Kamis (22/05).
Apa alasan anda mendukung Jokowi-JK pada Pilpres 2014?
Ya, kami memang teman lama. Saya sering ketemu Jokowi saat beliau masih di Solo. Jadi tidak ada salahnya saya membantu.
Jokowi meminta anda menjadi juru bicara, apa alasan anda menerimanya?
Sebagai calon Presiden, Jokowi akan sibuk sekali kampanye. Ia membutuhkan juru bicara yang bertugas menjawab, merespon dan melakukan konfirmasi terhadap suatu hal berkaitan dengan Pilpres 2014, yang barangkali tidak bisa disampaikan langsung oleh Jokowi.
Tapi, hingga saat ini saya belum juga belum mendapat tugas secara rinci sebagai Jubir. Nantinya, akan ada beberapa jubir yang dibagi dalam berbagai bidang. Mungkin, di bagian politik siapa, bagian sosial kemasyarakatan siapa, bagian ekonomi siapa.
Menjadi Jubir Capres, apakah tidak melanggar aturan di Muslimat NU?
Setelah deklarasi, saya merasa banyak hal yang saya Insya Allah bisa bersinergi. Lagi pula, menjadi jubir Jokowi, saya merasa tidak melanggar peraturan dalam organisasi NU. Sejauh ini kalangan NU pun tidak mempermasalahkan hal itu. Kalau di AD/ART-nya NU, hanya ada larangan rangkap jabatan. Tapi karena menjadi jubir bukan jabatan politik.
Ada deal politik apa dibalik penunjukan ini?
Saya tegaskan, tidak pernah ada deal politik antara saya dan Jokowi. Proses itu berjalan secara alami. Mengenai kunjungan Jokowi ke rumah kediaman saya di Surabaya, itu hanyalah silaturahim biasa. Jadi, tidak perlu ada pikiran soal sinyal-sinyal politik apa pun.
Karena menurut Nabi Muhammad SAW, silaturahim bisa memperpanjang umur dan rezeki. Silaturahim itu sesuatu yang dianjurkan.
Kabarnya, anda mengajukan syarat sebelum menerima tawaran Jokowi, benarkah?
Iya. Ada 3 permintaan yang saya sampaikan. Pertama, saya baru bisa efektif sebagai jubir setelah tanggal 24 Mei. Kedua, saya meminta agar diberikan SOP (standar operasi,red) supaya saya tahu batasan-batasan saya sebagai Jubir. Ketiga, saya mau di brief oelh Tim Sukses Jokowi-JK soal rencana pembangunan Indonesia ke depan. Jadi, sampai saat ini, saya belum melakukan tugas saya sebagai Jubir Jokowi.
Seberapa yakin anda, bahwa massa pendukung anda akan menjadi pendukung Jokowi?
Ada kristalisasi. Kalau hitungan saya, sekitar 90 persen dari pendukung saya akan mendukung Jokowi. Kita bekerja keras dan ikhtiar.
Bagaimana pendapat Anda tentang duet Jokowi-JK ini?
Pasangan Jokowi-JK merupakan pasangan yang ideologis. Keduanya ibarat listrik yang langsung tersambung alirannya. Sebetulnya aliansi yang terbangun secara ideologis langsung menyatu ketika Jokowi mengambil wakilnya dari kalangan NU, yaitu JK.
Saya rasa elektabilitas Jokowi-JK akan terus naik drastis dengan bertambahnya jaringan yang dimiliki JK, seperti Dewan Masjid dan lain-lain.
Kalau diperbandingkan, pasangan Jokowi-JK ini mirip dengan pasangan pemimpin Amerika Serikat, Barack Obama-Joe Biden. Pasangan keduanya saling melengkapi dalam pemerintahan. Mungkin banyak publik diingatkan kesuksesan Obama-Biden. Bagaimana Biden mewakili kelompok senior bisa melengkapi kepemimpinan Obama.
Apa tanggapan Anda terkait sikap Mahfud MD jadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta?
Itu sepenuhnya hak politik Pak Mahfud. Kita harus menghormatinya sebagai warga negara.
Apakah ada pengaruhnya terhadap dukungan warga Nahdliyin?
Pengaruh pasti ada. Karena beliau punya followers. Pak Mahfud juga tokoh di kalangan NU. Beliau itu seorang akademisi, guru besar di banyak perguruan tinggi. Meski bukan pengurus di PKB, tapi punya followers. Jadi sangat mungkin akan terjadi polarisasi afiliasi.
Tapi saya tidak terlalu khawatir dengan itu. Kalau diidentifikasi masing-masing kita itu memang NU, tapi antara yang pengurus NU dan yang bukan pengurus akan sangat berbeda. Kebetulan Mahfud MD bukan pengurus NU. Sementara, JK yang menjadi pendamping Jokowi adalah Mustasyar di PBNU. Pak JK adalah tokoh NU di Sulawesi Selatan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved