Menjelang kompetisi, tiga kandidat Ketua Umum Partai Demokrat, Andi A Mallarangeng, Anas Urbaningrum dan Marzuki Alie, memasuki fase-fase penting. Strategi pencitraan ditebar, guna meraih sebanyak mungkin dukungan. Ada yang mencitrakan kehangatan, keakraban. Ada yang mencitrakan kesederhanaan dan kebersahajaan. Namun ada pula yang sengaja menyimpan teka-teki. Ketiganya, begitu yakin meraih kursi PD-1, menggantikan Hadi Utomo.
Itulah gambaran pencitraan yang mengemuka dari ketiga kandidat di Kongres Partai Demokrat di Hotel Mason Pine, Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Bandung pada 21-23 Mei 2010.
Andi Mallarangeng, mempersonifikasikan kehangatan dan keakraban melalui “kampung AM”. Kampung tersebut dibangun dalam sebuah tenda raksasa ber-AC. Di dalamnya tersaji berbagai tawaran yang membuat siapapun betah berada di dalamnya.
Betapa tidak. Disamping tersaji aneka masakan dan camilan. Juga ada panggung hiburan, live music, kursi refleksi lengkap dengan para pemijatnya. Tak hanya itu, puluhan gadis ayu berkepang dua, siap menyambut kedatangan pengunjung yang memasuki “kampung AM” itu.
"Saya menghargai kader partai yang datang dari jauh, baik yang memiliki hak suara maupun tidak. Selamat datang di Kampung AM. Kalau capek, bisa pijat refleksi. Kalau lapar, ada makanan juga tersedia," papar Andi dalam keterangan persnya, Jumat (21/05) sore.Di depan “Kampung AM” beberapa kendaraan berlogo “AM” terparkir rapi. Nampak sebuah bus bergambar Andi dan berlogo AM juga memperkaya pecintraannya.
Sedang kubu Anas Urbaningrum tampil lebih sederhana. Tak ada kesan kemewahan di dalamnya. Anas menempati sebuah bangunan berlantai dua. Berjarak sekitar 250 meter dari kubu Andi. Sebuah tenda biru berukuran sedang, terpasang di sebelah kiri bangunan. Ruang tenda yang dilengkapi kursi-kursi itu dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan konperensi pers.
Dalam konperensi pers yang digelar Jumat (21/05) petang, Anas mengakui pentingnya peran jurnalis dalam menjembatani arus informasi dari dan ke konstituen. Juga peranannya dalam membangun pondasi kultural yang akan menjadi investasi politik di masa depan.
“Saya sangat menghargai peran pers dalam proses pembelajaran politik bangsa. Karena itu, kongres ini tidak akan berarti tanpa kehadiran para wartawan, ” ujarnya.
Di depan para jurnalis, Anas menegaskan kesiapannya untuk bertarung secara demokratis. Apapun metode pengambilan suaranya. “Saya siap untuk menang secara aklamasi. Juga siap menang melalui pemungutan suara,” ikrarnya.
Bagaimana dengan Marzuki Alie? Hampir sulit menemukan markasnya di lokasi kongres. Ada dua kemungkinan. Ia memiliki home base di luar arena kongres. Atau sengaja tidak memanfaatkan fasilitas itu. Marzuki dikenal sebagai sosok pendiam, tak banyak show of force dalam pencitraan dirinya. Membuat kejutan-kejutan, adalah salah satu strateginya.
Hal itu nampak ketika dua kandidat lainnya mendeklarasikan diri, ia memilih berdiam diri. Begitu dua pesaingnya memasuki tahap kontemplasi, Marzuki justru mendeklarasikan diri. Jurus-jurus yang dimainkan cenderung lebih misterius dan berlawanan dengan dua kandidat lainnya. Akankah kemisteriusan itu justru menjadi kunci kemenangannya? Entahlah. Sebab kompetisi baru saja dimulai. Namun yang pasti dari banyaknya bus bertuliskan namanya, menunjukkan bahwa Marzuki juga memiliki banyak dukungan.
Sayang, pencitraan baik dari ketiga kandidat itu, tak dibarengi dengan pelayanan baik terhadap sebagian peserta dan pemburu berita. Betapa tidak. Hingga pukul 19.00 WIB, sebagian besar wartawan yang meliput masih dibingungkan dengan ID Card atau tanda pengenal yang belum diterimanya. Padahal tanda pengenal itu merupakan tiket penting bagi wartawan untuk melihat dari dekat pelaksanaan kongres tersebut.
Beberapa wartawan mencoba menerobos penjagaan berlapis, namun tak berhasil. Penjagaan petang itu cukup ketat, terkait dengan kehadiran Presiden SBY yang akan membuka kongres tersebut. Ketatnya penjagaan itu tak hanya dirasakan para jurnalis tetapi juga sebagian peserta.
Beberapa kader Partai Demokrat yang mengaku berasal dari Maluku Utara (Malut), sempat berang tak diijinkan masuk ke arena kongres. Beruntung beberapa aparat Kepolisian, Paspampres dan petugas keamanan kawasan (Pasukan Rajawali), berhasil meredakan kemarahan para kader tersebut.
Entah ada kaitan dengan peristiwa itu apa tidak, namun pidato Presiden pada pembukaan kongres pasca peritiwa itu terasa pas. Presiden mengajak seluruh kader Partai Demokrat untuk tetap menjaga martabat partai betapapun kerasnya sebuah kompetisi. Menurut Presiden, perhelatan politik semacam kongres Partai Demokrat ini situasi internal partai akan menjadi sangat dinamis. "Ketegangan dan benturan aspirasi memang tidak bisa dihindarkan. Hal semacam itu saya pandang wajar. Hal serupa juga kerap terjadi di partai politik lain," paparnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved