Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyiapkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) alias Eddy Hiariej dan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan (HH).
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menanyaka terkait progres penanganan dugaan korupsi Eddy Hiariej pasca putusan praperadilan Eddy Hiariej dan Helmut.
Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, mengatakan, KPK masih melakukan analisis untuk menyiapkan Sprindik baru untuk Eddy Hiariej dan Helmut.
"KPK memandang masukan ICW sangat berarti sebagai bentuk peran serta dan dukungan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (28/2/2024).
Menurut Ali, KPK menilai secara substansi hukum, putusan praperadilan yang menguji aspek formil, tidak menggugurkan materi penyidikannya.
"Untuk itu kami masih terus melakukan analisis untuk siapkan sprindik barunya. Kami akan segera sampaikan perkembangannya,” kata Ali.
KPK sekaligus mengajak masyarakat untuk terus mengawal proses penanganan perkara nantinya. Hal ini untuk memastikan agar penegakan hukum di Indonesia dapat berjalan efektif dan tidak pandang bulu.
Sebelumnya, Selasa (27/2/2024) lalu, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun telah membacakan putusan atas permohonan praperadilan yang diajukan Helmut dengan nomor perkara 19/Pid.Prap/2024/PN.JKT.SEL melawan KPK selaku termohon.
"Mengadili, menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai hukum mengikat," kata Hakim Tumpanuli Marbun.
Hakim menilai, KPK belum memiliki setidaknya dua alat bukti yang sah dalam menetapkan Helmut sebagai tersangka.
Terlebih, KPK disebut menjadikan Helmut sebagai tersangka dilanjutkan dengan pencarian alat bukti. Tindakan KPK itu menurut Hakim, bertentangan dengan KUHAP dan UU KPK. "Berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang," kata Hakim Tumpanuli.
Sebelumnya, KPK juga kalah ketika menghadapi permohonan praperadilan yang diajukan Eddy Hiariej, Selasa (30/1/2024).
Menurut Hakim Tunggal Estiono, penetapan tersangka oleh KPK sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP terhadap Eddy Hiariej tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat mengikat.
Pada Kamis (7/12/2023), KPK resmi umumkan 4 tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Tiga orang sebagai pihak penerima suap, yakni mantan Eddy Hiariej; Yogi Arie Rukmana (YAR) selaku asisten pribadi (Aspri) Eddy Hiariej, Yosi Andika Mulyadi (YAM) selaku pengacara. Sedangkan satu orang pemberi suap, yakni Helmut Hermawan.[]
© Copyright 2024, All Rights Reserved