Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Beasiswa Supersemar.
MA memperbaiki kesalahan ketik yang terdapat dalam salinan putusan kasasi sebelumnya soal nilai kewajiban yang harus dibayarkan oleh ahli waris Soeharto .
Berdasarkan putusan yang dikutip dari website MA, Selasa (11/08), Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar US$315 juta dan Rp139,2 miliar kepada negara.
Apabila US$1 dikurskan ke rupiah Rp13.500, maka uang yang harus dibayarkan mencapai Rp4,25 triliun ditambah Rp139,2 miliar. Sehingga total yang harus dibayarkan semuanya Rp4,389 triliun.
Juru bicara MA, Suhadi, mengaku belum mengetahui detail putusan tersebut. "Namun, kalau (putusan) sudah ada di website, itu benar adanya," kata Suhadi.
Situs resmi MA mencantumkan, majelis PK yang terdiri dari Suwardi (ketua majelis), Soltoni Mohdally, dan Mahdi Soroinda mengabulkan PK yang diajukan Negara RI cq Presiden RI melawan mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya.
Majelis yang sama menolak PK yang diajukan Yayasan Supersemar. Perkara yang diregistrasi dengan nomor 140 PK/PDT/2015 tersebut dijatuhkan pada 8 Juli.
Sementara, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung Noor Rachmat mengaku belum mengetahui putusan tersebut.
Noor mengakui, Kejagung memang mengajukan PK atas kesalahan ketik yang ada dalam putusan MA tahun 2010 terkait dengan perkara gugatan terhadap mantan Presiden Soeharto dan Yayasan Supersemar.
"Kami pernah mengajukan karena ada salah ketik jumlah dalam putusan," ujar Noor Rachmat.
Pada 2010, MA memutuskan mantan Presiden Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis kasasi yang dipimpin Harifin A Tumpa dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto memutuskan mereka harus membayar kembali kepada negara sebesar US$315 juta (berasal dari 75 persen dari US$420 juta) dan Rp139,2 miliar (berasal dari 75 persen dari Rp185,918 miliar.
Persoalan muncul ketika terjadi kesalahan dalam pengetikan putusan. MA tidak menuliskan Rp139,2 miliar tapi Rp139,2 juta yang berarti kurang tiga angka nol.
Kasus ini bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta US$420 juta, PT Sempati Air Rp13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp150 miliar. Negara mengajukan ganti rugi materiil US$420 juta dan Rp185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp10 triliun.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved