Di penghujung tahun 2016 tenyata masih banyak penduduk Indonesia yang belum menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dari 188 juta warga yang ditargetkan tahun 2016 terdaftar program JKN, baru 66 persen penduduk yang menjadi peserta. Padahal pada akhir tahun 2018, sekitar 95 persen seluruh masyarakat Indonesia sudah harus menjadi peserta JKN.
"Penambahan kepesertaan JKN memang melambat. Sehingga butuh kerja keras Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mencapai target. Karena hanya punya waktu dua tahun menambah sekitar 80 juta warga sebagai peserta baru," kata anggota DJSN Zaenal Abidin, kepada politikindonesia.com usai diskusi hasil monitoring program jaminan sosial tahun 2016, di Jakarta, Rabu (28/12).
Menurutnya, pelambatan itu juga terlihat dari hasil survei cepat melalui telepon polling yang dilakukan pihaknya terhadap 354 responden di seluruh Indonesia. Hasilnya, sebanyak 33,62 persen masyarakat Indonesia belum menjadi peserta JKN.
"Responden kami wawancarai melalui telepon dengan pengambilan sampel secara acak. Dipilih dari nomor yang disediakan oleh empat provider GSM di Indonesia. Tim survei berhasil tersambung dengan 627 nomor dari 5.805 nomor telepon yang dihubungi, namun hanya 354 pemilik nomor telepon yang bersedia untuk diwawancarai menjadi responden," ujarnya.
Dijelaskan, dari 354 responden ini sebanyak 66,38 persen adalah peserta JKN dengan ruang kelas perawatan yang hampir sama persebarannya. Untuk ruang kelas perawatan III terbanyak berasal dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 63,37 persen.
"Hasil survei juga diketahui mengapa responden belum mendaftarkan diri menjadi peserta JKN. Di antaranya, karena belum memiliki waktu untuk mendaftar, keinginan tidak mau mendaftar, tidak punya cukup uang untuk membayar iuran, dan tidak tahu cara mendaftar," ungkapnya.
Dipaparkan, bagi responden yang belum mendaftar, sebanyak 5,11 persen responden mengaku mengalami kesulitan saat mendaftar atau mengubah data ke kantor BPJS Kesehtan. Kesulitan terbanyak yang dialami dikarenakan antrian yang panjang dan proses yang lama.
"Dari responden peserta JKN, sebanyak 71,91 persen belum pernah menggunakan pelayanan JKN. Alasannya, karena sebagian besar responden tersebut (89,35 persen) mengaku tidak pernah mengalami sakit sehingga tidak memerlukan perawatan.
Dia mengungkapkan, ada juga sebanyak 0,59 persen masyarakat yang tidak mau menggunakan pelayanan fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan. Dengan fasilitas kesehatan sulit dijangkau. Karena persebaran peserta JKN di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), ada 58,06 persen responden peserta JKN terdaftar di puskesmas.
"Dari seluruh peserta yang berobat di FKTP, sekitar 77,42 persen tidak dirujuk. Namun, sebanyak 11,29 persen masih merasakan out of pocket (oop) untuk keperluan obat dan administrasi. Kami pun merekomendasikan perlunya dilakukan peningkatan supervisi terhadap fasiltias kesehatan agar tidak terjadi kasus out of pocket pada peserta JKN,” urainya.
Sementara itu, anggota DJSN lainnya, Ahmad Anshory menambahkan, survei cepat peserta JKN yang dilakukan tersebut tidak melanggar hukum. Karena sejalan dengan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyebutkan DJSN memiliki kewenangan melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan jaminan sosial.
"Survei cepat peserta JKN melalui polling telepon dilaksanakan dengan merujuk pada fungsi, tugas dan kewenangan yang sudah ditetapkan oleh UU. Sehingga bisa disimpulkan, banyaknya warga yang belum terdaftar JKN karena mereka belum paham mengenai asuransi sosial dan banyak juga yang menilai buruk BPJS Kesehatan," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved