Jika kondisi saat ini terus berlanjut, Indonesia bakal kehilangan salju abadi di puncak Gunung Jayawijaya, Papua. Pasalnya, salju itu terus mencair. Pengukuran yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, ketebalan es di puncak Jayawijaya terus menipis.
Kepala BMKG Andi Eka Sakya menyebut, pada Mei 2016, ketebalan es di puncak Gunung Jayawijaya mengalami penurunan 4,25 meter. Sementara, pengukuran yang dilakukan pada 23 November lalu menunjukkan bahwa ketebalan es Jayawiyaja telah berkurang lagi 1,43 meter.
"Es di puncak Jayawijaya telah mencair sejak 6 bulan terakhir. Ketebalan es yang tersisa saat ini tinggal 20,54 meter," ujarnya kepada politikindonesia.com di Kantor BMKG, Jakarta, Kamis (05/01).
Andi mengatakan, BMKG khawatir apabila kondisi ini tidak ditangani dengan baik, pada tahun 2020 mendatang, tak ada lagi es di puncak Gunung Jayawijaya. Semuanya akan meleleh. Habis.
Eka mengatakan, perkiraan akan habisnya es di puncak Jayawijaya itu merujuk pada observasi langsung yang dilakukan pada Juni 2010, November 2015 dan November 2016. Observasi bertujuan mengukur kecepatan penurunan tebal es akibat pemanasan oleh atmosfer.
"Pada Juni 2010 tebal es di puncak Jayawijaya 31,49 meter dan menyusut menjadi 26,23 meter pada November 2015 atau mengalami laju penurunan tebal 1,05 meter per tahun sejak 2010," tegasnya.
Atas fenomena tersebut, tambah Andi, perlu langkah strategis dari pemerintah dan masyarakat dunia. Hal tersebut untuk menekan laju pencairan es di puncak Jayawijaya yang menjadi salah satu dari tiga puncak bersalju dunia di khatulistiwa ,selain di benua Afrika dan di Peru.
"Langkah strategis tersebut dengan menghindari perilaku yang memicu pemanasan global, seperti penebangan hutan liar dan tingginya produksi emisi karbon. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas semua masyatakat untuk tetap menjaga lingkungan ini," tutup Andi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved