Surat Edaran Menristekdikti Nomor 2/M/SE/IX/2016 tentang Pendirian Perguruan Tinggi Baru dan Pembukaan Program Studi, yang isinya terkait dengan moratorium, diberlakukan mulai Januari tahun 2017 ini.
Meski bisa memahami konsideran perlunya pembatasan pendirian perguruan dan pembukaan program studi baru agar bisa meningkatkan mutu dari Perguruan Tinggi dan Program Studi yang telah ada, anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan pemerintah untuk tidak pukul rata dalam implementasinya.
“Pada beberapa tempat bahkan diperlukan afirmasi pembukaan program studi baru, seperti yang terjadi di Papua. Di sana kondisi kesehatan sebagian masyarakatnya cukup buruk, butuh banyak tenaga kesehatan untuk mendampingi masyarakat dalam melakukan upaya preventif kesehatan, sehingga membuka program studi yang berpeluang menambah tenaga kesehatan justru perlu disupport,” ujar Ledia, Rabu (26/04).
Lebih lanjut politisi perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera itu menjelaskan bahwa di Papua selama ini Pemerintah Kabupaten-nya harus mengirimkan siswa calon perawat ke daerah lain yang punya program studi keperawatan.
“Paling banyak per tahun hanya 5 orang yang dikirim, itu pun setelah lulus banyak yang tidak kembali ke daerahnya,” ungkapnya prihatin.
Atas alasan itu, Ledia mengusulkan, agar setidaknya di dalam situasi semacam Papua ini dibagi regional-regional yang diizinkan membuka prodi baru di bidang kesehatan sehingga semakin banyak siswa-siswi putra daerah yg bisa dididik.
Diharapkan, dengan jarak yang lebih dekat, jumlah peserta didik dapat ditingkatkan. Dengan demikian mereka juga diharapkan dapat membantu percepatan program promotiv preventif dalam bidang kesehatan yang tengah digencarkan pemerintah.
“Afirmasi seperti ini dapat menghasilkan dua berkah sekaligus, peningkatan kesertaan masyarakat di bidang pendidikan tinggi dan ketersediaan tenaga kesehatan yang diperlukan di tengah masyarakat,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved