Beberapa daerah di Pulau Jawa, termasuk Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, terus melakukan panen padi. Kali ini panen kembali digelar di Desa Kalinusu, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes dan Desa Timbang Reja Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (22/12).
Walaupun musim paceklik, kedua wilayah tersebut mampu menyediakan beras untuk memenuhi konsumsi masyarakatnya. Sehingga pasokan cukup dan Kabupaten Brebesr bisa menyumbang sekitar 20.000 ton dengan nilai surplus 176.000 ton. Sedangkan, Kabupaten Tegal mengalami surplus 82.000 ton.
Penanggung Jawab Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (PJ UPSUS Pajale) Jawa Tengah, Spudnik Sujono mengatakan pihaknya akan terus melakukan pemantuan panen bulan Desember di wilayah Jawa Tengah. Karena saat ini masih ada kekhawatiran tentang pasokan pangan, terutama beras. Panen padi Desember ini adalah buah dari gerakan tanam padi di bulan September 2017. Dengan produktivitas 7,4 ton per hektare (ha).
“Pada musim paceklik 2017, kegiatan panen padi di Kabupaten Brebes Jawa Tengah masih terus berlangsung untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Jadi pasokan beras cukup sekaligus harga beras stabil. Dari petani harganya sebesar Rp10.000 per kilogram (kg) untuk varientas Situ Bagendit,” katanya yang juga Dirjen Hortikultura Kementan, kepada politikindonesia.com disela-sela kegiatan panen padi di Kabupaten Brebes, Jumat (22/12).
Dijelaskan, walaupun paceklik, tapi masih bisa tetap panen, artinya stok pangan juga aman. Oleh sebab itu, pihaknya optimis harga beras menjelang Natal dan Tahun Baru aman dan stok terjaga. Selain itu, harga jual gabah dari petani juga cukup tinggi sebesar Rp4.500 Gabah Kering Panen (GKP) per kg dan Gabah Kering Giling (GKG) seharga Rp5.500 per kg.
“Mengetahui harga jual cukup tinggi tinggi, saya rasa saat ini petani sudah bisa tersenyum bahagia. Apalagi saya akan berusaha memperjuangjan permohonan bantuan bagi petani, berupa irigasi sekunder dan varietas padi yang tahan terhadap hama wereng coklat. Sebab, petani setempat sampai kini menggunakan varietas lama, Situ Bagendit,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Jawa Tengah Harwanto merasa optimis Jawa Tengah 2017 akan mengalami surplus padi. Karena adanya percepatan tanam di bulan September hingga musim panen maju di bulan Desember. Apalagi dengan adanya Upsus Pajale ini, petani yang biasa melakukan tanam sekali dalam setahun menjadi tanam 2 kali dalam setahun. Dengan kebutuhan beras masyarakat Jawa Tengah mencapai 200 ton
“Secara bertahap kami terus memperkenalkan varientas baru kepada petani di Jawa Tengah, khususnya varientas yang tahan hama wereng cokelat, yaitu Inpari33. Bahkan, di sejumlah wilayah di Jawa Tengah sudah ada yang panen dengan padi varientas tersebut,” tegasnya.
Dia menjelaskan, sesuai dengan program Upsus banyak sekali pendekatan yang dilakukan. Salah satunya, perbaikan irigasi, bantuan benih unggul dan alsintan. Hal itu untuk meningkatkan hasil panen. Sehingga masa paceklik pun tetap panen. Dengan pola tanam terpadu (PTT) mampu menekan biaya produksi dan sekaligus bisa meningkatkan pendapatan petani.
“Keberhasilan ini juga dipengaruhi karena pemerintah menambah luas tanam padi di periode Agustus dan September 2017 lalu. Pada bulan September biasanya petani tidak menanam padi karena kondisi alam yang tidak mendukung dan ketersediaan air yang terbatas. Namun hal tersebut berubah setelah pemerintah menjalankan program Upsus,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Brebes, Budhiarso, menerangkan, surplus yang dialami wilayahnya karena luas panen mencapai 110 .000 ha per tahun. Bahkan, pihaknya optimis luas tambah tanam (LTT) pada Desember ini akan melampaui target sekitar 25.000 ha Karena hingga minggu ketiga bulan Desember ini, LTT terealisasi mencapai 16.000 ha dari target 22.000 ha.
“Luas potensi panen di wilayah kami untuk Desember ini mencapai 3.510 ha yang tersebar di wilayah Brebes Tengah dan Brebes Selatan. Untuk percepatan tanam, kami memberikan bibit unggulan, walaupun masih banyak yang menggunakan bibit Situ Bagendit. Sehingga petani bisa terus meningkatkan produksinya. Selain itu, kami juga memberikan bantuan alsintan untuk mempercepat panen,” ujarnya.
Secara tepisah, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahan Pangan Kabupaten Tegal, Khofifah menambahkan, sekitar 712 hektare lahan sawah di Kabupaten Tegal pada Desember ini melakukan panen dan produktivitas 7,28 ton per hektare. Sehingga produksinya mengalami surplus hingga 82.000 ton beras. Jumlah itu sudah melampaui kebutuhan domesik. dan diekspor ke sejumlah daerah, seperti Pemalang, Pati, Demak, Jawa Barat, dan ke Toko Tani Indonesia (TTI) di Jakarta.
“Setelah diberi bantuan oleh pemerintah produksi terus meningkat. Karena sepanjang tahun selalu ada panen. Untuk panen kali ini adalah hasil tanam bulan September dengan jenis varientas Situ Bagendit. Untuk Desember ini realisasi LTT seluas 8.000 ha dari target LTT 12.000 ha,” imbuhnya.
Diungkapkan, untuk Upsus Pajale Kabupaten Tegal, didampingi dana dari APBD 2 sebesar Rp600 juta. Dana itu dipergunakan untuk bantuan benih, pupuk dan alat bantu pembasmi hama tikus untuk para petani. Sehingga produksi hingga Desember ini mencapai 398 ton dari target produksi 354 ton. Harga pun tetap stabil karena adanya Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) yang tersebar di 6 wilayah dengan waktu penyimpanan maksimal selama 3 bulan. Lalu, dijual dengan harga yang berlaku.
“Untuk terus meningkatkan produksi, kami mendorong petani menggunakan berbagai varietas anyar secara bergiliran dengan sistem tanam jajar legowo, agar produktivitas meningkat dan terbebas dari organisme pengganggu tanaman (OPT).
Meski produksi tinggi, namun harga gabah di tingkat petani tetap tinggi dengan harga GKG saat ini Rp6.000-Rp6.500 per kg,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved