Drama terjadi dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membahas pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada pada pekan lalu. Sidang yang berlangsung alot, dan lobi hingga 4 jam lebih itu, berakhir dengan voting. Partai Demokrat sebagai pemilik suara terbanyak meninggalkan ruang paripurna jelang voting dan berujung pada kemenangan pengusung Pilkada melalui DPRD.
Pasca paripurna itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketua Umum Partai Demokrat menjadi sasaran kritik publik. Paling gencar, di media sosial. Langkah WO menjadi blunder, karena melapangkan jalan bagi kelompok pengusung pilkada tak langsung.
SBY sendiri menegaskan, dirinya dan Demokrat mendukung penuh sistem pilkada langsung, tapi dengan 10 perbaikan besar untuk meredam ekses negatif dari pilkada langsung yang berlangsung selama 10 tahun terakhir.
Lewat akun twitter-nya, SBY menyebut, ada kesulitan teknis dalam berkomunikasi dengan fraksinya pada detik-detik kritis sebelum voting digelar. Saat itu, SBY tengah dalam perjalanan dari New York menuju Washington DC. Akibatnya, proses politik yang panas dan cepat itu tidak sepenuhnya, ia ketahui.
Aksi walk out anggota fraksi Demokrat dikomandoi oleh Ketua Fraksi Demokrat saat itu, Nurhayati Ali Assegaf. Mantan staf khusus Ibu Negara Ani Yudhoyono ini mengaku langkah itu inisiatif dirinya. "Keputusan WO adalah keputusan saya. Karena situasi yang saya lihat memang tidak mungkin untuk kami berada di ruang paripurna,” ujar anggota DPR yang kembali terpilih untuk periode 2014-2019 itu
kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (01/10).
Nurhayati mengatakan, sebagai pimpinan fraksi, ia harus mengambil keputusan. Dan resiko dari keputusan itu, siap dipertanggung jawabkannya. “Masa pemimpin tidak berani mengambil keputusan. Apa gunanya saya dijadikan pimpinan fraksi, kalau saya tidak bisa mengambil keputusan?.”
Nurhayati ketika itu berhitung. Opsi ketiga yang diusulkan Demokrat tidak diakomodir oleh sidang paripurna. Hanya ada 2 opsi yang disampaikan pimpinan DPR. Sedangkan Demokrat menginginkan Pilkada langsung, tapi harus ada perubahan besar. Satu-satunya langkah untuk menggagalkannya adalah walk out.
Dalam kalkulasi Nurhayati, jika fraksinya walk out, fraksi-fraksi pendukung pilkada langsung bakal mengikuti. Jika mereka benar-benar ingin menggagalkan kekuatan opsi pilkada lewat DPRD, tentu mereka akan mengikuti langkah fraksi demokrat. Dengan demikian, sidang tidak akan mencapai kuorum.
"Saya ini jadi anggota DPR sudah lama dan tahu. Kalau ada yang tidak setuju dan setuju dengan kita, ya ikut WO. Kalau yang dukung kami ikut WO, maka pengesahan RUU Pilkada bisa ditunda karena paripurna tidak akan mencapai kuorum," ujar dia.
Tapi, hitung-hitungan politik Nurhayati itu meleset. Tak ada satupun fraksi pendukung pilkada langsung, yakni PDIP, PKB dan Hanura yang WO. Alhasil, voting tetap berlangsung dengan kemenangan telak koalisi merah putih yang mengusung pilkada melalui DPRD.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Solo, Jawa Tengah, 17 Juli 1963 mengaku siap mempertanggung jawabkan kepemimpinannya di fraksi Demokrat. Termasuk jika, Demokrat memberikan sanksi atas keputusannya memimpin walk out dalam paripurna DPR tersebut. Berikut petikan wawancaranya.
Apa alasan Anda memerintahkan walk out beberapa saat sebelum voting pengesahan RUU Pilkada?
Saya melihat, tidak ada kekompakan dengan fraksi-fraksi lain terhadap 10 syarat perbaikan RUU Pilkada yang diajukan Demokrat.
Padahal, bagi kami pengajuan 10 syarat uatama tersebut adalah satu paket dengan pilihan pilkada langsung. Ttidak bisa diadopsi sebagian dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua saling berhubungan karena kami merasa harus ada revisi dan penyempurnaan.
Kami mendukung pilkada langsung, tapi juga merasa perlu ada perbaikan mendasar dalam pelaksanaannya. Makanya, kami ajukan opsi Pilkada Langsung dengan 10 perbaikan tersebut. Jika memang ada fraksi lain yang menyetujui Pilkada Langsung dengan 10 perbaikan, seharusnya mengikuti langkah kami untuk WO pada saat itu.
Perintah untuk WO tersebut dari Anda atau atas instruksi SBY?
Itu inisiatif saya. Tidak ada instruksi dari Ketum. Beliau sedang menjalankan tugas Presiden dan berada di luar negeri. Sejak beliau berangkat ke luar negeri menjalankan kunjungan kerja, kami sama sekali tidak berkomunikasi.
Saya hanya menjalankan arahan dari Ketum sebelum berangkat. Arahan itu jelas, yaitu fraksi Demokrat harus memperjuangkan habis-habisan opsi Pilkada langsung dengan 10 perbaikan besar secara utuh di DPR. Perbaikan-perbaikan ini harus masuk dalam UU Pilkada karena merupakan kehendak dari rakyat.
Kabarnya SBY marah dengan aksi WO tersebut?
Semua telah terjadi. Saya siap mempertanggung jawabkan inisiatif yang saya ambil di rapat paripurna DPR itu. Kalaupun keputusan itu dianggap salah, saya tidak takut dengan sanksi dari partai. Sebagai pemimpin, saya siap menanggung resiko atas keputusan yang saya buat.
Dalam kasus ini, apakah anda merasa dikorbankan?
Seorang pimpinan harus berani mengambil risiko. Nanti akan ada proses yang berjalan di DPP. Jadi biarlah menjadi internal kami. Saya tidak ingin ini ke publik. Saya yakin, tidak akan ada sanksi untuk saya. Sebab sebelumnya, SBY sudah menjelaskan kalau Demokrat tidak ke kanan dan tidak ke kiri. Karena kami bersama rakyat, jadi 10 perbaikan ini datangnya dari rakyat. SBY hanya kecewa karena opsi Pilkada langsung dengan 10 perbaikan tidak diterima di DPR.
Apa isu miring soal deal-deal politik dibalik sikap Demokrat ini?
Saya tidak mau berkomentar soal isu. Saya tegaskan, kami tidak butuh jabatan-jabatan. Kami tidak silau dengan tawaran menteri dan tawaran jabatan lainnya.
Ada banyak pertanyaan soal dukungan Demokrat terhadap pilkada langsung dengan kejadian ini?
Kami konsisten. Pak SBY tetap konsisten mendukung pilkada langsung. Namun, Demokrat meminta sejumlah perbaikan atas proses pilkada yang telah berlangsung selama ini.
Jadi begini ya, yang sebenarnya terjadi. Sejak awal SBY mengusung pilkada langsung dengan perbaikan. Sehingga ketika hasilnya ternyata bukan pilkada langsung dengan perbaikan, SBY sangat kecewa. Justru yang terjadi selama ini malah diputarbalikkan, jadi tidak benar pemberitaan selama yang menyebut SBY mendukung pilkada langsung hanya pencitraan.
Bagaimana dengan langkah Peraturan Pemerintah (Perppu) yang akan dikeluarkan SBY untuk mengganti UU Pilkada ini?
Presiden SBY dalam waktu dekat memang akan menerbitkan Perppu untuk melanjutkan Pilkada langsung dengan perbaikan. Perppu itu nantinya akan dibahas oleh anggota DPR yang baru. Pembuatan Perppu pun ini tidak ada desakan dari pihak kanan maupun kiri. Keberadaan kami pada saat ini masih tetap sebagai partai penyeimbang dan tidak pemihak ke koalisi merah putih atau koalisi PDIP. Perppu ini murni atas inisiatif politik SBY yang merasa kecewa karena Pilkada melalui DPRD. Pilkada langsung itu ada ketika masa Presiden SBY memimpin. Artinya SBY berkomitmen untuk tetap konsisten terhadap Pilkada secara langsung sesuai dengan keinginan rakyat, tetapi harus ada perbaikan-perbaikan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved