Ditengah panasnya kompetisi Pemilihan Presiden (Pilpres), beredarnya luasnya dokumen rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang pemberhentian Letjen (Purn) Prabowo Subianto semakin menambah hiruk suasana. Dokumen yang bersifat rahasia milik TNI itu kini menjadi perbicangan publik. Pihak Istana Presiden pun sampai harus mengklarifikasi soal pemberhentian Prabowo itu. Istana menegaskan, Prabowo diberhentikan Presiden BJ Habibie secara hormat dan mendapat pensiun.
Surat rekomendasi DKP itu, bak amunisi dari para pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk “menyerang” lawannya, Prabowo-Hatta. Sejumlah Jenderal purnawirawan yang pernah menjadi anggota DKP tersebut, dan kini mendukung Jokowi-JK memberikan pernyataan, soal kejadian yang terjadi 16 tahun lalu itu.
Juru Bicara Tim Pemenangan Pasangan Prabowo-Hatta, Nurul Arifin, menanggapi santai hal itu. Nurul mengaku, sedari awal, Tim Sukses Prabowo-Hatta sudah menduga bahwa kubu lawan akan memanfaatkan isu Hak Azazi Manusia ini untuk menyerang Capresnya.
“Dari awal kami sudah tahu, kalau ini adalah kampanye hitam. Kami tidak bodoh untuk melihat potensi itu. Kampanye hitam yang diluncurkan kubu lawan itu hanya untuk menjatuhkan citra Prabowo," ujar politisi perempuan dari Partai Golkar itu, kepada politikindonesia.com di Jakarta, Kamis (12/06).
Nurul menilai kampanye hitam itu memang sengaja dilancarkan oleh pihak lawan untuk menjatuhkan citra Prabowo di masyarakat. Bukan hanya soal surat DKP tersebut. Sebelumnya, sejumlah isu juga dimanfaatkan lawan politiknya untuk menjatuhkan citra Prabowo.
Mulai dari kasus RIP Jokowi, posko Jokowi-JK dibakar, pengerahan Bintara Pembina Desa (Babinsa), dan terbaru soal surat DKP. Kampanye hitam ini ditujukan untuk mendiskreditkan Prabowo. Seolah-olah, Prabowo dan tim kampanyenya yang melakukan itu.
“Kami tidak bodoh untuk melihat bahwa ada upaya untuk menjatuhkan citra kami. Kami harap masyarakat tidak terpengaruh dengan black campaign seperti ini,” ujar kelahiran Bandung, Jawa Barat, 18 Juli 1966 ini.
Nurul mengatakan, pihaknya meragukan keaslian dokumen yang beredar itu. Keotentikannya patut diragukan karena tidak dibuat menggunakan kop surat resmi. Lagi pula, dokumen TNI itu bersifat rahasia itu, mustahil disebarluaskan kepada masyarakat, kecuali memang ada yang berpihak pada kubu lawan.
Terlebih lagi, kasus ini sudah 16 tahun lama. Ketika Prabowo maju sebagai Cawapres bersama Ketua Umum Megawati Soekorno, tidak ada pihak yang mempermasalahkan pemberhentian Prabowo. Bagi Nurul, hal ini menjadi aneh, ketika saat ini diributkan lagi.
“Sebenarnya kami tidak akan memperpanjang masalah itu. Apapun isu yang berkembang terkait surat itu, yang jelas, Prabowo diberhentikan secara hormat dari militer. Itu sesuai dengan Keputusan Presiden Habibie saat itu. Jadi jangan direkayasa. Tapi kalau terus blunder, kami meminta aparat penegak hukum mengusut siapa yang menyebarkan dokumen tersebut,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar itu.
Kepada Elva Setyaningrum, lulusan pasca sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia bicara panjang lebar soal sejumlah “serangan” terhadap Prabowo-Hatta. Pengurus Ikatan Alumni Lemhannas Pusat itu juga mengungkapkan sejumlah upaya untuk memenangkan Prabowo-Hatta dalam Pilpres, 9 Juli 2014 . Berikut petikan wawancara.
Surat DKP terkait Prabowo beredar luas di publik, apa tanggapan anda?
Saya sedikit heran. Jika memang surat itu asli, seharusnya surat DKP bersifat rahasia tapi ini malah tersebar luas. Apalagi, tersebarnya surat itu terjadi saat kampanye Pilpres 2014 ini. Padahal, surat itu dikeluarkan 16 tahun lalu, pada 1998.
Pertanyaannya? Mengapa surat itu tidak beredar saat Pilpres 2009 lalu, ketika Prabowo jadi Cawapres mendampingi Capres Megawati. Tahun 2009 tak ada yang meributkan pemberhentian Prabowo dari TNI.
Mungkinkah MabesTNI kebobolan, atau ada pihak yang bermain?
Ini masih jadi pertanyaan. Apakah dari Mabes TNI atau Angkatan Darat kebobolan. Kalau memang surat itu bocor, siapa yang mengeluarkan. Lalu, siapa yang punya akses dokumen tersebut, karena ini dokumen rahasia.
Ini dokumen internal yang tidak perlu dikeluarkan karena Prabowo sudah menjalani sidang DKP dan diberikan sanksi diberhentikan dengan hormat.
Jadi Prabowo tidak dipecat dari militer. Bahkan, berdasarkan Keputusan Presiden yang mengacu pada rekomendasi DKP, Prabowo diberhentikan dengan hormat dan dihargai jasa-jasanya selama dalam militer. Prabowo juga tetap mendapatkan hak pensiun. Kami berharap masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan kampanye hitam tersebut hanya kasus yang diadakan saat kampanye.
Apakah Timses Prabowo-Hatta akan membawa soal ini ke Bawaslu?
Kami rasa belum perlu. Lagipula sulit untuk mengetahui siapa yang membocorkan surat tersebut ke publik. Namanya juga kampanye hitam, siapa yang mengedarkan juga tidak tahu. Jadi kami mau melaporkan siapa.
Seharusnya, bocornya surat DKP ini sudah ditangani oleh pihak kepolisian. Saat ini, yang perlu dilakukan oleh polisi adalah mencari pelakunya. Kami juga tidak akan mendesak TNI untuk mengusut bocornya surat DKP tersebut. Meskipun merasa dirugikan, kami merasa bocornya surat ini tidak perlu ditanggapi dengan serius. Karena tidak ada gunanya dan tidak ada manfaatnya juga dilaporkan.
Soal isu Babinsa mengarahkan warga, apa tanggapan anda?
Ini juga isu yang dikembangkan untuk mendiskreditkan Prabowo-Hatta. Kami tegaskan, bahwa kami tidak pernah mengintervensi Babinsa untuk mengarahkan warga agar memilih salah satu pasangan Capres. Prabowo itu pensiunan TNI, tidak punya akses mengarahkan babinsa. Dan pula, tidak ada satupun TNI aktif yang menjadi tim pendukungnya.
Kami kok malah curiga. Soal babinsa ini adalah kasus “maling teriak maling”.
Selama masa kampanye ini, apa yang dilakukan Timses untuk memenangkan Prabowo-Hatta?
Banyak cara yang dilakukan tim sukses untuk memberi dukungan kepada Prabowo-Hatta. Semua anggota yang bergabung dalam koalisi merah putih bergerak. Semua ke lapangan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pasangan inilah yang dibutuhkan Indonesia saat ini.
Kalau anda sendiri, apa yang dilakukan?
Saya punya jaringan di kalangan artis. Saat ini rekan-rekan saya dari era 80 dan 90-an telah bergerak mengkampanyekan Prabowo-Hatta. Semua bergerak. Bahkan, sebagian dari mereka sudah membentuk jaringan dan relawan untuk mempromosikan Prabowo-Hatta kepada penggemar dan masyarakat umum lainnya.
Artis yang terlibat mencapai ratusan. Artis era 80-an, di antaranya Yati Oktavia, Pangki Suwitno, Laela Sagita. Sedangkan artis era 90-an, ada Ahmad Dhani dan Anang Hermansyah. Bahkan, ada juga artis masa kini, seperti Luna Maya, Mulan Jamela dan Rafi Ahmad.
Apa yang dilakukan para artis ini untuk memenangkan Prabowo-Hatta?
Kita melakukan kampanye simpatik. Gerakan yang mereka lakukan dalah dengan mengenalkan sosok yang layak menjadi pemimpin Indonesia melalui media sosial baik itu Twitter, Facebook dan lainnya. Saya anggap mengkampanye seperti ini cukup efektif.
Bicara Golkar, ada juga kader yang mendukung kubu Jokowi-JK, bagaimana anda melihatnya?
Memang, di internal Golkar ada faksi-faksi yang berbeda sikap soal dukungan di Pilpres kali ini. Faksi-faksi itu sudah ada sejak lama. Kalau dicermati, sejak 2004 memang sudah ada perbedaan diinternal Golkar tentang dukungan ke pasangan capres. Meski Golkar secara resmi mendukung pasangan Prabowo-Hatta, namun ada faksi di internal Golkar yang mempunyai pilihan berbeda.
Harus kami akui, keberadaan faksi-faksi tersebut bukan menggerogoti partai tapi justru memperkaya khasanah berdemokrasi di dalam partai. Jadi hal itu bukan masalah. Saya secara pribadi mengikuti keputusan partai saja yang resmi memberi dukungan pada pasangan Prabowo-Hatta.
Ada sanksi bagi kader Golkar yang mbalelo itu?
Kalau soal sanksi pemecatan kepada kader Golkar yang mendukung Jokowi-JK, saya jawab hingga saat ini belum. Karena untuk hal itu perlu ada mekanisme partai.
Anda yakin Prabowo-Hatta memenangkan Pilpres 2014 ini?
Pastinya. Saya berharap pasangan yang didukung Golkar ini menang. Bahkan perkiraan kami, Prabowo-Hatta akan bisa meraih suara hingga 60 persen dalam pilpres nanti. Namun, kalau kurang dari angka tersebut, tetap tidak masalah asalkan tetap meraih kemenangan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved