Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) mendorong Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk menggenjot riset perbenihan. Riset diharapkan mampu menghasilkan varietas baru yang unggul, tahan serangan hama dan hasil produksi yang lebih baik.
Ketua Umum MPPI, Herman Khaeron mengatakan, agar tidak mengalami gagal panen dan meningkatkan daya saing, Kementerian Pertanian harus terus mengembangkan riset agar mampu menciptakan varietas sendiri. Saat ini, kebutuhan benih banyak dipenuhi oleh perusahaan multinasional, yang pengembangan benihnya menggunakan benih sumber impor.
"Ini adalah salah satu tugas Balitbang Kementan untuk terus melakukan inovasi teknologinya. Sehingga program pemerintah meningkatkan ketahanan benih dalam negeri serta mengurangi impor bisa segera tercapai," katanya kepada politikindonesia.com disela-sela diskusi bertema Pengembangan Teknologi Perbenihan dan Perbibitan Nasional di Jakarta.
Diakuinya, pengembangan benih dalam negeri masih terkendala teknologi dan riset. Sehingga jenis produknya yang kurang beragam, dan volumenya yang masih kurang.
Padahal Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan benih dan bibit, tapi tidak didukung dengan teknologi yang mumpuni. Oleh karena itu, pihaknya berharap dapat mendorong agar sektor perbenihan dapat lebih maju.
"Kami ingin sekali memperbaiki sistem perbenihan dan pembibitan di Indonesia karena potensinya ada. Namun, di pihak lain pengembangan teknologi yang masih kalah bersaing dengan produk luar negeri. Ke depannya, kami akan berupaya memberikan masukan kepada Kementan terkait pengambilan kebijakan perbenihan dan pembibita. Kami juga akan berkonsolidasi dengan pelaku usaha," ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal MPPI, Maman Suherman menambahkan Kementan mencatat hingga pertengahan Agustus 2017 ini, sekitar 67.749 hektare (ha) areal persawahan padi terkena organisme penyakit tumbuhan (OPT) yakni hama wereng coklat. Sehingga Kementan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk mengontrol pengendalian hama tersebut agar tidak semakin meluas.
"Serangan hama wereng coklat terbesar terjadi di Jawa, seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah. Diluar itu, bersifat spot di Lampung, Bali dan Sulawesi Selatan," ujar Maman yang juga menjabat Setditjen Tanaman Pangan Kementan.
Menurutnya, sebanyak tiga kali luas areal pertanaman padi dibandingkan yang terdampak atau setara 150.000 ha sudah ditanggulanggi. Karena setiap tanaman padi terdapat hama werengnya, tapi resiko itu dapat diminimalisir melalui penggunaan teknologi sederhana misalnya pengapuran lahan .
"Taburkan kapur satu ton per hektare. Untuk membunuh virus dalam tanah. Kami membuat lokasi percontohan, selain melalui pengapuran, kami juga mengunakan varietas Inpari 33 yang tahan hama wereng coklat dan penggunaan pupuk organik. Daya tahan tanaman akan semakin kuat. Kami kembangkan budidaya pertanian sehat," terang dia.
Maman menegaskan, ada sejumlah hal yang menyebabkan serangan hama pada tahun 2017 ini lebih tinggi. Di antaranya penggunaan varietas benih padi yang rentan terkena serangan hama wereng coklat. Misalnya petani lebih menyukai menanam benih padi varietas Ciherang dan beras ketan yang rentan terkena serangan hama.
"Selain itu, lambannya pengamatan petugas lapang sehingga pembuatan laporan pun terlambat dan begitupula penanganannya. Di sejumlah daerah, kondisi tanah memilik yang tingkat kemasaman yang tinggi. Karenanya dibutuhkan dinetralisir.
Akibat gangguan OPT tersebut, lanjut Maman, maka terdapat potensi kehilangan padi sebesar 60.000 ton gabah kering giling (GKG). Namun, angka tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi padi tahun 2016 lalu sebesar 79,18 juta GKG.
"Areal sawah yang terkena serangan OPT tahun 2017 ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 39.000 ha. Begitu pula sawah yang terkena puso pun mejadi 1.800an ha, meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar 800 ha," tutup Maman.
© Copyright 2024, All Rights Reserved