M Yagari Bhastary alias Gary membuktikan ucapannya hendak menjadi justice collaborator bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah kesaksiannya di persidangan, mengungkap peran mantan bosnya, Otto Cornelis Kaligis, dalam kasus suap panitera dan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Kehadiran Gery sebagai saksi di persidangan Senin (28/09) malam itu, sempat diwarnai protes oleh Kaligis dan tim penasehat hukumnya. Mereka tidak terima, Gery yang juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama dihadirkan sebagai saksi mahkota. Akan tetapi, protes tersebut ditolak majelis Hakim yang ketuai Sumpeno.
Di persidangan itu, Gary bicara soal perintah Kaligis untuk memberikan amplop putih yang diselipkan dalam 2 buku ke Hakim PTUN Medan. Gary juga diminta memberikan uang dalam pecahan dolar kepada panitera PTUN Medan terkait permohonan gugatan pengujian kewenangan Kejaksaan dalam kasus dana bansos.
Diceritakan Gary, pada 2 Juli 2015, dirinya, Kaligis, dan asisten pribadi Kaligis bernama Yurinda Tri Achyani alias Indah menyambangi kantor PTUN Medan. Saat itu, Kaligis mengaku ingin bertemu Tripeni dan menyerahkan 2 buah buku yang terselip amplop putih. Namun, saat itu Tripeni menolak amplop tersebut.
Mereka pun kembali pada 5 Juli 2015. Cerita Gary, saat itu Kaligis yang berada dalam mobil bersama Indah dan Gary memberi perintah agar memberikan 2 buku berisi amplop putih.
“Jadi pada saat itu ketika diserahkan buku, sedang menunggu kedatangan 2 hakim Pak Ginting (Dermawan Ginting) dan satu lagi. Ada 2 buku dan 4 amplop yang Indah keluarkan dari tasnya dan diberikan ke Pak OC.”
Dikatakan Gary, dirinya sempat berpikir, Kaligis akan menyerahkan langsung buku dan amplop tersebut. “Saat mobil Ford masuk, buku itu dikasih ke saya, terselip amplop putih saya disuruh turun sama Pak OC. Pak OC bilang ini pekerjaan demi kebaikan, saya terpaksa bawa buku dengan amplop saya kasih ke Pak Ginting.”
Gary melanjutkan cerita. Setelah memberikan buku berisi amplop tersebut, ia kembali ke mobil. “Pak OC tanya, apa mau terima bukunya, (saya jawab) iya Prof," kata Gary.
Hakim Ketua Sumpeno menanyakan ulang, untuk memastikan siapa yang diserahkan 2 buku berisi amplop putih itu. "Dermawan Ginting," jawab Gary.
Setelah penyerahan itu, Gary mengaku dititipi 2 amplop lainnya oleh Kaligis. Menurut Gary, Kaligis sempat berpesan agar amplop yang tipis diberikan untuk panitera, sedangkan amplop yang lain menunggu keluarnya putusan PTUN. "Tanggal 6 Juli 2015 pagi, pak OC Kaligis bilang sama saya “kau kasih dolarnya itu dulu," ujar Gary.
Gary menegaskan dia mendengar perintah OC Kaligis itu dengan jelas. Gary menyebut, perintah Kaligis ketika itu juga termasuk yang berhasil disadap KPK. rekaman sadapan itu telah dikonfirmasi padanya ketika proses penyidikan.
Perkara pun diputuskan tanggal 7 Juli 2015. Seusai sidang, Gary menyerahkan amplop putih kepada Syamsir sesuai permintaan Kaligis.
“Setelah putusan, saya ke ruangan panitera, beri amplop tipis ke Syamsir, yang tebal saya belum berani kasih ke Syamsir atau siapapun karena belum ada perintah," ujar Gary.
Masih menurut pengakuan Gary, pada tanggal 8 Juli 2015, dia mendapat telepon dari Syamsir yang mengatakan bahwa Hakim Ketua, yakni Tripeni lrianto Putro akan mudik. Besoknya, Gary yang mengaku telah mendapat perintah OC Kaligis langsung menuju Medan, untuk memberikan amplop.
Hal itu ditangkap Gary sebagai permintaan uang lagi untuk hakim. Gary merasa Syamsir terus mendesak sehingga menghubungi Kaligis atas permintaan itu melalui Indah.
"Indah kemudian SMS dan Line juga ke handphone saya. Karena ada dua message yang sampai, saya beranggapan itu penting," kata Gary.
"Ger, besok kamu berangkat disuruh Bapak, tiket ambil di Bu Yen," bunyi pesan Indah kepada Gary.
Pada 9 Juli 2015, Gary menyambangi Kantor PTUN Medan dan menyerahkan uang itu ke Syamsir. “Saya dianter ke ruang ketua, saya kasih amplop kepada Tripeni “pak ini dari pak OCK untuk mudik. Dia bilang gak usah, tapi dia tidak kembalikan. Saya hanya sampaikan perintah dari pak OCK, kurang 5 menit saya keluar, di lantai 1 OTT (Operasi Tangkap Tangan)," ungkap Gary.
Dalam persidangan itu, jaksa memutarkan sejumlah rekaman sadapan yang diakui Gary adalah percakapany dengan Kaligis. Salah satu rekaman, suara yang diakui Gary sebagai suara Kaligis meminta agar Gary memberi sejumlah uang kepada panitera PTUN Medan. “Nanti ngomong sama panitera. Kau kasih dollarnya itu dulu," kata Kaligis dalam rekaman itu.
Jaksa juga memutar rekaman percakapan Gary yuang menyinggung soal "kode" yang diberikan Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan agar Kaligis juga memberi perhatian kepada 2 hakim lainnya, yaitu Dermawan Ginting dan Amir Hamzah, tidak hanya kepada hakim ketua PTUN, Tripeni Irianto Putro.
“Hari Selasa ya, minggu depan, Prof. Kan kemarin kita udah kasih kesimpulan di sana. Waktu itu paniteranya sempet kasih kode, Prof," ujar Gary dalam rekaman itu. "
“Apa maksudnya itu?" tanya jaksa. “Syamsir sempat nyamperin kita, saya sama Pak OC, sebaiknya menghadap juga ke kiri dan ke kanan. Maksudnya hakim sebelah kiri dan kanan," ujar Gary.
Sekedar informasi, Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Sumatera Utara, sebesar US$27.000 dan SIN$5.000. Suap tersebut untuk memengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumut.
Uang tersebut didapat Kaligis dari Evy yang ingin suaminya "aman" dari penyelidikan oleh Kejati Sumut tersebut. Diketahui, Evy memberikan uang sebesar US$30 ribu kepada Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan.
Atas perbuatannya, Kaligis dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
© Copyright 2024, All Rights Reserved