Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Harris, menyarankan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) disarankan tidak mengikuti mekanisme seleksi bakal calon gubernur DKI Jakarta yang dilakukan PDIP. Sebab Ahok memiliki daya tawar yang lebih besar terkait Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Ngapain? Buat apa (ikut mekanisme PDIP)? Yang butuh, Ahok apa PDIP? Saya pikir yang lebih membutuhkan itu PDIP, bukan Ahok," kata Syamsuddin Haris kepada wartawan, Minggu (31/07).
Menurut Syamsuddin, Ahok telah memiliki dukungan dari tiga partai politik, yakni Partai Nasdem, Hanura, dan Golkar. Jumlah kursi ketiga parpol di DPRD DKI Jakarta 24 kursi. Artinya sudah memenuhi syarat pencalonan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Selain itu, Ahok juga dapat maju melalui jalur independen dengan modal satu juta KTP dukungan yang berhasil dikumpulkan "Teman Ahok". Karena itu, Syamsuddin menilai sangat aneh jika Ahok tunduk pada keinginan parpol.
"Kami tahu tanpa partai politik Ahok bisa maju sebagai independen. Tapi karena ada tiga partai yang mengusung, Ahok maju dari partai," ujar Syamsuddin.
Syamsuddin mengaku heran karena PDIP bersikeras meminta Ahok mengikuti penjaringan bakal cagub DKI sesuai dengan mekanisme partai. Sebab, PDIP telah melakukan penjaringan calon dan hasilnya masih terus digodok.
"PDIP kan sudah mengadakan seleksi cagub dan Ahok tidak mendaftar, jadi ya enggak masuk akal (mendesak Ahok)," pungkas Syamsuddin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved