Indonesia perlu memberi perhatian khusus pada standar peralatan yang kini banyak digunakan industri otomatis pada area yang berbahaya atau lingkungan yang berpotensi terjadi ledakan. Peralatan jenis ini membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi bagi karyawan.
Sekretaris Utama Badan Standarisasi Nasional (BSN), Puji Winarni dalam konferensi Internasional IECEx 2018 di Jakarta, Rabu (08/08), mengatakan, perhatian khusus terhadap peralatan tersebut, mengingat perkembangan industri otomasi semakin meningkat.
Apalagi, industri ditandai dengan penggunaan mesin-mesin yang bekerja tanpa bantuan manusia dalam proses produksi atau manufaktur. Penggunaan sistem kendali otomatis atau semi otomatis sangat memudahkan di dalam menerapkan otomasi industri.
“Sebagaimana penerapan industri otomasi di area berbahaya yang semakin meningkat, maka instalasi yang efisien dan aman juga diperlukan. Namun demikian, situasi ini tetap saja menciptakan resiko kebakaran atau ledakan yang membahayakan atau mengancam jiwa manusia,” ujar Puji.
Dia menjelaskan, area yang dimaksud seperti di Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), kilang minyak atau rig pengeboran minyak lepas pantai, industri pengolahan bahan kimia, pengisian bahan bakar pesawat udara dan hanggar dan rumah sakit. Karena masyarakat internasional sering menyebut daerah itu dengan sebutan “Hazardous Locations”, atau “Explosive Atmospheres” atau “Ex Areas”.
“Oleh karena itu, menerapkan standardisasi dan penilaian kesesuaian terhadap peralatan itu menjadi sangat penting dan harus menjadi perhatian, terutama pihak berkepentingan. Salah satu organisasi dunia yang menaruh perhatian pada persoalan ini adalah International Electrotechnical Commission (IEC). Lembaga yang telah lama terlibat dalam pengembangan Standar Internasional untuk peralatan yang digunakan di daerah berbahaya,” ungkapnya.
Sebagai wujud nyatanya, lanjutnya, IEC telah membentuk Komite Teknis-31 yang mengembangkan standar-standar terkait dengan sistem dan peralatan yang dipasang di area berbahaya. Komite Teknis ini memang bertugas merumuskan serangkaian Standar Internasional untuk persyaratan keselamatan seluruh unsur yang beroperasi di lingkungan berbahaya (Ex Areas).
“Ex Areas merupakan istilah untuk menyebut lokasi berbahaya atau wilayah atmosfer ledak dalam dunia industri. Daerah-daerah berbahaya ini meliputi tempat-tempat di mana cairan, uap, gas, atau debu yang mudah terbakar dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan. Selain itu, industri lain yang menggunakan peralatan yang biasanya berkaitan dengan kelistrikan dengan kapasitas yang besar,” paparnya.
Menurutnya, ada beberapa standar IEC/TC 31 telah diadopsi oleh BSN menjadi SNI melalui Komite Teknis 29-06 Instalasi dan Keandalan Ketenagalistrikan di bawah Kementerian ESDM. Oleh sebab itu, pihaknya berharap dengan adanya konferensi ini akan tersosialisasikan program-program The IECEx sehingga pemangku kepentingan bisa semakin peduli.
“Sehingga standar-standar yang terkait dengan isu tersebut, ke depannya juga semakin berkembang. Apalagi hingga saat ini kami aktif berperan dalam kegiatan IEC. Namun, untuk kegiatan yang berkaitan dengan IECEx, Indonesia masih menjadi Observer-member,” ucapnya.
Sementara itu, IECEx Executive Secretary, Chris Agius menambahkan, Indonesia memerlukan IECEx. Salah satunya karena UN telah mengakui sistem IECEx untuk harmonisasi regulasi di berbagai negara. Sehingga manufaktur lebih leluasa dalam berinovasi dan menggunakan teknologi terkini untuk produk-produk yang digunakan dalam Ex Areas.
“Konferensi kali ini dihadiri oleh 250 peserta baik dari dalam maupun luar negeri yang berasal dari 15 negara,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved