Peran Ibu sangat penting dalam menyiapkan dan menyediakan makanan bagi seluruh anggota keluarga, khususnya anak. Apabila asupan gizi tidak terpenuhi, bisa jadi masalah pada pertumbuhan anak. Ssalah satunya, stunting.
“Masalah stunting pada anak dapat dicegah dengan pemberian nutrisi yang optimal. Selain itu, stimulasi aktivitas fisik yang sesuai dengan usianya. Karena masalah gizi pada anak akan memengaruhi pertumbuhan generasi bangsa. Bahkan, saat ini di beberapa daerah masih ada penduduk yang tidak memiliki makanan yang cukup, sehingga balita mengalami masalah pertumbuhan," kata Nur Hayati Said Agil Siradj, Ketua Pengurus Harian PP muslimat Nahdatul Ulama (NU), pada acara Hari Gizi Nasional 2018, di Jakarta, Selasa (23/01).
Diakuinya, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, sehingga anak berusia terlalu pendek. Hingga saat ini anak Indonsia masih mengalami stunting. Jika dibiarkan, hal ini dapat berpengaruh pada tingkat kecerdasannya kelak. Masalah ini sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian nutrisi dan aktivitas fisik yang optimal di 1000 hari pertamanya.
“Tidak hanya menyiapkan dan menyediakan makanan dengan gizi seimbang, ibu juga harus memiliki pengetahuan yang cukup terkait dengan gizi yang diperlukan oleh anak, sejak dalam kandungan hingga berusia balita, dan seterusnya. Selain itu, jauh dari sebelum mengalami proses kehamilan, wanita dewasa perlu memperhatikan asupannya agar bisa mengandung dengan kualitas janin yang baik,” ungkapnya.
Menurutnya, asupan gizi seimbang harus dimulai dari gadis. Hal itu dilakukan untuk mempersiapkan kehamilan yang akan memengaruhi kualitas bayi dan kesehatannya nanti. Ada banyak faktor yang sebenarnya sudah harus diinvestasikan sejak belum mengalami proses kehamilan, yang bisa berpengaruh pada nutrisi anak dan kesehatan fisik maupun rohaninya.
“Di antaranya pola makan seimbang, memperbanyak pengetahuan soal gizi seimbang, menghidangkan makanan yang cukup nutrisi dan gizi seimbang, dan gaya hidup sehat. Karena kekurangan gizi pada awal kehidupan bayi bisa menyebabkan kelemahan fisik dan sel otak, berakibat pada rendahnya tingkat produktifitas saat dewasa,” tandasnya.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Rl,
Siti Masrifah Chifa menambahkan penanganan gizi buruk yang diaiami anak-anak saat ini harus segera menjadi prioritas pemerintah. Karena hal itu terkait dengan masa depan anak yang kelak menjadi estafet pembangunan bangsa ini. Adapun tantangan pemerintah saat ini cukup besar, salah satunya tingginya angka stunting. Sehingga dapat menjadi indicator tingginya kejadian gizi buruk di negara ini.
“World Health Organisation (WHO) menetapkan batas toleransi stunting (anak bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah seluruh balita. Namun, faktanya yang ada di Indonesia, keadaan stunting pada balita berada pada angka 35,6 persen, yang artinya sudah melebihi batas toleransi WHO. Sebanyak 18,5 persen balita masuk dalam kategori sangat pendek. Bahkan, 7,8 juta dari 23 juta balita mengalami stunting,” paparnya.
Dengan adanya angka-angka yang diungkapkan WHO itu juga akhirnya membuat Indonesia tergolong dalam negara yang status gizinya buruk. Bahkan, dari banyaknya daerah yang berada di kawasan Indonesia, Provinsi Sulawesi Tengah menjadi daerah yang mengalami stunting tertinggi, sekira 16,9 persen. Selain itu, ada pula Provinsi Sumatera Utara yang hanya 7,2 persen balitanya yang mengalami stunting.
“Oleh karena itu Indonesia telah masuk dalam 5 besar di dunia sebagai negara dengan stunting terbanyak. Maka, pemerintah pun tidak tinggal diam. Dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN), pemeritah menargetkan penurunan dari prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen, turun menjadi 28 persen pada 2019 mendatang. Apalagi, negara Indonesia yang terdiri dari kepulauan sehingga pemerintah penetapan prioritas daerah yang ditangani pada tahap awal. Ada 100 kabupaten prioritas yang akan ditangani lebih dulu, baru kemudian 200 kabupaten lainnya,” paparnya.
Secara terpisah, Ketua Bidang Ilmiah DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Atmarita mengungkapkan kondisi konsepsi seorang perempuan juga ikut mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Karena masa emas dan kritis stanting dimulai dari masa konsepsi. Jika seorang perempuam dalam kondisi optimal saat konsepsi tentu anak yang dilahirkan akan sehat. Untuk memastikan seorang perempuan dalam kondisi konsepsi optimal maka pemeriksaan saat kehamilan trisemester pertama, harus segera pergi ke layanam kesehatan.
“Ini penting karena pada 20 minggu pertama kehamilan terjadi proses tumbuh kembang otak dan fisik. Sebab, cikal bakal stanting terlihat dari saat lahir hingga 18 tahun. Maka, pada konsepsi tidak boleh ada masalah yang bisa berdampak panjang. Selain itu, hal penting lain yang harus diperhatikan adalah pemberian ASI ekslusif. Karena ASI ini terbentuk sejak masa konsepsi,” terangnya di focus discussion group (FGD) jurnalis yang diadakan IMA World Health, dan didukung MCA-Indonesia di Jakarta, Selasa (23/01).
Dia membeberkan, sebenarnya persoalan gizi di Indonesia cukup serius. Karena berdasarkan data saat ini, hanya ada 7 kota di Indonesia yang memiliki persoalan gizi kurang dari 20 persen. Yakni Kabupaten Wakatobi, Pangkal Pinang, Tanjung Pinang, Salatiga, Klungkung, Bitung dan Tana Todung. Sehingga , masalah gizi dan stunting yang dihadapi Indonesia cukup berat.
“Faktor lain yang mempengaruhi jumlah kasus stunting adalah pernikahan dan melahirkan di usia muda. Perempuan yang melahirkan pada rentang usia 16-19 tahun, prevalensi menghasilkan anak stunting sekitar 42,8 persen. Sedangkan, melahirkan pada rentang usia 20 -24 tahun memiliki peluang 37,1 persen melahirkan anak dengan stunting. Sehingga anggapan stunting faktor genetik atau keturunan, tidaklah benar. Karena hanya sekitar 5 sampai 10 persen faktor genetika berperan dalam pembentukan fisik anak,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved