Wacana pemindahan Ibukota dinilai tidak realistis. Pasalnya, masih banyak rakyat yang kelaparan. Apalagi jika dipindahnya ke luar Pulau Jawa, membutuhkan biaya sangat besar.
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso yang akrab disapa Bang Yos mengungkapkan hal itu dalam diskusi bertema "Untung-Rugi Pemindahan Ibukota Negara" di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jakarta, Jumat (01/10).
Bang Yos mengakui, Jakarta memang punya beban berat sejak jaman Belanda. Menurutnya, wacana pemindahan Ibukota makin berkembang karena masyarakat makin jenuh dengan masalah kemacetan di Jakarta.
“Tapi semua pihak tentunya harus menghitung untung-rugi, waktunya sampai tempat yang tepat. Kalau sekarang realistis enggak sih? Orang masih banyak yang makan nasi aking," sindir Bang Yos.
Bang Yos mengingatkan, jika pemerintah memindahkan Ibukota ke luar Pulau Jawa akan membutuhkan biaya lebih besar. "Contohnya Canberra, Australia dirombaknya saja 6 tahun. Bagaimana dengan kita. Berapa biaya yang harus dikeluarkan dari APBN dan APBD jika dipindah ke luar Jawa?" tanya Bang Yos.
Di samping butuh biaya besar, pemindahan ibukota ke luar Pulau Jawa sama saja meninggalkan tanggungjawab. Sebab menurutnya, sebagian besar rakyat Indonesia tinggal di Jakarta.
Tapi jika pemindahan ke daerah di dekat Jakarta, biayanya relatif lebih kecil. Karena itu, jika memang mau dipindahkan, Bang Yos menyarankan agar dipindah ke Jonggol, Bogor, Jawa Barat.
Alasannya, jika dipindahkan ke Jonggol, fasilitas dan prasarana yang ada masih bisa dipakai. Kemacetan pun berkurang.
Namun hal itu dibantah pembicara lain. Rudi Tambunan, Ketua Pusat Kajian Pengembangan Perkotaan Universitas Indonesia bahkan pesimis, pemindahan Ibukota akan mengurangi kemacetan. "Pemindahan Ibukota belum tentu kurangi kemacetan," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved