Begitu runtuhkah rasa percaya diri pemerintah Indonesia. Sehingga untuk menyeret para “perampok” uang rakyat melalui bank milik mereka yang kini di bawah kendali BPPN masih sulit dilakukan. Malah, pemerintah ingin memberikan kebijakan, yang lagi-lagi mengenakkan para konglomerat ini melalui perpanjangan PKPS.
Memang, Kejaksaan Agung selalu berteriak tidak akan menghentikan proses hukum terhadap konglomerat yang tersangkut kasus BLBI, kendati pemerintah memperpanjang PKPS. Namun hasilnya baru 0,1 persen. Tapi, langkah Kejaksaan Agung ini bisa berhenti, bila dalam PKPS yang baru ada klausul yang meminta penundaan proses hukum terhadap para tersangka, ungkap Kapuspenkum Kejakgung, Muljohardjo. Sebuah isarat dini yang mustinya ditangkap pemerintah dan para tersangka agar segera dimasukkan?
Seperti sebelumnya, mungkin tak ada pilihan lain, pemerintah langsung menerapkan pola dan kondisi yang demikian, yang dalam pandangan mantan anggota DPR RI, Ichsanuddin Noorsyi merupakan langkah perpanjangan waktu untuk melakukan KKN. “Untuk itu, terbukalah peluang lobi dan macam-macam transaksi,” ungkap Noorsyi.
Sebenarnya, kenapa pemerintah harus repot-repot memperpanjang PKPS. Jual saja PKPS yang ada, karena sudah ada jaminan dividen saham perusahaan dan jaminan asuransi kesehatan yang didukung asset-aset pribadi. Disini pemerintah mendapat keuntungan secara langsung, yakni beban APBN akan berkurang.
Bila melihat perkembangan argumentasi yang dikemukan berbagai pihak, tampak sekali bahwa kebijakan memperpanjang PKPS merupakan sebuah langkah yang penuh dengan celah-celah untuk bisa melakukan lobi-lobi transaksi tertentu. Yang namanya transaksi, tentu saling menguntungkan kedua belah pihak. Bila tidak, tentu transaksi akan batal dan tak jadi. Kita lihat saja, apakah PKPS akan diperpanjang kembali menjadi 10 tahun?
Mungkin, rakyat perlu mengingat ucapan keras Prof.Dr Anwar Nasution, dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ketika itu. “Kalau mau menyehatkan perbankan nasional, tangkap semua pejabat bank pemerintah dan pejabat BI yang ikut berperan merusak perbankan nasional,”ujar Anwar Nasution. Bila demikian, soal debitur nakal, pejabat bank nakal, baik yang ada di bank swasta maupun bank BUMN sudah sepantasnya diperlakukan sama. Dan yang lebih ironis lagi, seluruh data serta fakta penyimpangan itu sudah ada semuanya. Tapi, ya begini hasilnya.
Bila demikian, siapa sebenarnya yang paling pantas masuk dalam Daftar Orang Tercela (DOT)? Agar rasa keadilan dan rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah bisa dikembalikan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved