Polri tengah mengkaji wacana pembentukan satuan tugas (satgas) untuk memberantas praktik politik uang di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018. Polri bahkan telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait wacana ini.
“Saya sudah sampaikan pada pimpinan KPK. Nanti Mabes Polri bikin khusus satgas money politic," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (29/12).
Tito mengatakan, satgas ini berada dibawah Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Ari Dono Sukmanto dan bersinergi dengan KPK. Tujuan sinergi ini, untuk memilah pihak-pihak yang bisa dijerat KPK atau Polri.
“Nanti menyangkut sosok yang tidak bisa kena Undang-undang KPK, ditangkap oleh KPK, serahkan kepada kami. Begitu juga kalau yang ditangkap kami, bisa ditangani KPK, kami serahkan," ujar Tito.
Kapolri menambahkan, satgas pengawasan praktik politik uang ini dipandang perlu karena masih banyak kasus politik uang dalam pelaksanaan pilkada. Selain merusak demokrasi, politik uang bisa mengancam integritas kepala daerah terpilih nantinya.
Tito mengatakan biaya politik yang tinggi untuk menjadi seorang kepala daerah yang tidak sesuai dengan nominal gaji seorang kepala daerah terpilih.
“Pas terpilih jadi kepala daerah, paling top dengan segala tunjangan (untuk) bupati taruhlah Rp300 juta dikali 12 kali lima tahun, Rp15 miliar lebih, (sementara) yang keluar Rp30 miliar," katanya.
Kapolri menambahkan, praktik politik uang juga masih terjadi karena KPK menghadapi kendala adanya batasan penanganan pelaku praktik politik uang. “Undang-undang KPK hanya syaratkan penyelenggara negara, artinya pimpinan tinggi negara, eselon satu ke atas," tuturnya.
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf C, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) yang melibatkan aparat penegak hukum, peyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Selain itu, UU yang sama menyebut bahwa KPK bisa melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) yang mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved