Kepolisian kini memburu dalang kerusuhan di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, yang terjadi tepat pada perayaan Idul Fitri, Jumat (17/07) pekan lalu. Polisi sudah mengantongi sejumlah calon tersangka.
Hingga kini penyelidikan untuk mencari pelaku dan provokator kerusuhan itu masih berlangsung dengan meminta keterangan sejumlah saksi. Dari pemeriksaan tersebut, kepolisian telah mengantongi sejumlah calon tersangka.
"Kami masih melengkapi alat bukti," kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Markas Besar Kepolisian RI, Jakarta Selatan, Senin (20/07).
Menurut Badrodin, kepolisian akan menjerat para tersangka dengan pasal berlapis, seperti penodaan agama dan perusakan fasilitas umum. "Biasanya polisi men-juncto-kan pasal supaya semua bisa kena," kata Badrodin.
Sehari setelah kerusuhan meletus, Sabtu lalu, Badrodin terbang ke Karubaga, Tolikara, untuk melihat langsung lokasi insiden. Di distrik yang terletak sekitar 265 kilometer arah barat daya Kota Jayapura tersebut, Badrodin bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat untuk mengetahui akar kerusuhan.
Bentrokan terjadi pada Jumat pagi lalu, ketika puluhan orang yang diduga anggota jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) memprotes penyelenggaraan salat Id di lapangan Markas Komando Rayon Militer (Makoramil) 1702-11, Karubaga.
Jemaat GIDI berdalih telah memberitahukan agar kegiatan ibadah Lebaran tak dilaksanakan di daerah tersebut karena berbarengan dengan acara seminar dan kebaktian kebangunan rohani (KKR) pemuda GIDI.
Polisi yang mengamankan lokasi sempat mengeluarkan tembakan peringatan. Namun massa mengamuk hingga menyebabkan puluhan kios dan sebuah musala di sekitar lapangan habis terbakar. Seorang korban tewas dan belasan lainnya luka-luka terkena tembakan peluru.
Badrodin mengatakan, polisi akan memeriksa Pendeta Nayus Wenda dan Marten Jingga. Ketua dan Sekretaris Badan Pekerja GIDI Wilayah Tolikara tersebut akan dimintai klarifikasi mengenai surat yang diduga mereka teken pada 11 Juli lalu.
Selain memberitahukan penyelenggaraan seminar dan KKR pemuda GIDI pada 13-19 Juli 2015, surat itu berisi larangan perayaan Lebaran dan pengenaan jilbab di Tolikara.
Menurut Badrodin, Kepala Polres dan Bupati Tolikara telah bertemu dan berkomunikasi dengan panitia seminar dan KKR pemuda GIDI pada 15 Juli lalu. Dalam pertemuan itu, telah ada kesepakatan untuk meralat surat tersebut.
"Saya melihat ada miskomunikasi dan pesan yang terputus di sini. Surat yang diralat itu belum sempat tersosialisasi dan disampaikan secara tertulis," kata Badrodin.
Tim Advokasi Muslim juga melaporkan Nayus Wenda dan Marten Jingga ke Bareskrim Mabes Polri. Sebab gara-gara surat mereka, kerusuhan terjadi dan berujung pada terbakarnya musala di Tolikara. "Kami meminta polisi menangkap dua orang tersebut," kata Wakil Ketua Tim Advokasi Muslim, Rizal Fadillah.
Sementara, Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Rudolf Patrige Renwarin, mengatakan, hingga kemarin siang polisi telah memeriksa 27 orang. Sebanyak 21 orang adalah warga sipil yang diperiksa berkaitan dengan pembakaran kios, rumah, dan masjid. "Enam orang di antaranya adalah aparat kepolisian terkait tertembaknya 11 orang warga sipil," ujar Patrige.
© Copyright 2024, All Rights Reserved