Desakan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk mencabut pasal-pasal kontroversial di UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), semakin mengemuka. Jika polemik UU MD3 ini berlarut, dikhawatirkan akan menurunkan kewibawaan pemerintah.
“Setelah menandatangani UU MD3, Presiden bisa mencabut pasal-pasal tersebut," ujar Wakil Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Girindra Sandino, kepada pers di Jakarta, Jumat (22/02).
KIPP Indonesia berpendapat, UU MD3 yang baru disahkan DPR tersebut, berpotensi mengekang dan membungkam suara kritis dari rakyat, khususnya pasal 122 huruf k.
“Keberadaan pasal ini akan membungkam suara kritis rakyat dengan kuasa premanisme berbaju Parlemen," ujarnya.
Pasal 122 huruf k berbunyi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
KIPP Indonesia berpandangan revisi UU MD3, merupakan wujud dari pengekangan dengan perangkat pemusnah kebebasan bersuara yang menandakan bangsa telah masuk dalam genggaman penghancuran Pancasila.
KIPP menilai, pengakuan dan realisasi hak kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat merupakan salah satu ciri pokok demokrasi yang secara nasional telah dijamin dalam UUD 1945 dan sejumlah perundang-undangan antara lain UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, UU Hak Asasi Manusia dan UU tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik.
Oleh karena itu, ujar dia, proteksi konstitusional dan yuridis atas hak-hak strategis tersebut harus menjadi komitmen dan pedoman bagi pemerintah serta lembaga negara, penegak hukum, serta pranata-pranata demokrasi tanpa kecuali.
“Pengekangan atas hak asasi manusia yang fundamental itu akan merusak sendi-sendi demokrasi yang sudah dibangun," katanya.
Girindra menyebut, kriminalisasi atas aksi berpendapat merupakan musuh Pancasila. Dikatakan musuh karena pengekangan dan pembungkaman adalah bentuk perlawanan terhadap rasa berkeadilan sosial yang berperikemanusiaan.
Pengekangan kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat di muka umum dan mengkritik parlemen bukan hanya langkah mundur kehidupan berdemokrasi, tetapi juga berpotensi jadi ancaman tersendiri bagi konsolidasi demokrasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved