Kementerian Pertanian (Kementan) menjamin stabilitas harga komoditas cabai dan bawang merah menjelang Tahun Baru. Diakhir tahun ini, stok cabai dan bawang merah justru mengalami suprlus.
Dirjen Hortikultura Kementan, Spudnik Sujono mengatakan, ketersedian cabai rawit merah pada Desember ini sebanyak 81.637 ton dengan kebutuhan 73.099 ton. Sedangkan persediaan bawang merah Desember ini sekitar 123.849 ton dengan kebutuhan konsumsi sebanyak 109.437 ton.
“Stok aman karena kita kembali mengalami surplus. Sehingga pemantauan yang kita lakukan setiap hari ini tidak sia-sia. Untuk cabai rawit merah diperkirakan pada Januari 2018 ketersediaan sebanyak 77.847 ton dengan kebutuhan 69.843 ton. Sementara, bawang merah diprediksi ketersediaan 117.904 ton dengan kebutuhan 101.597 ton,” ujar dia kepada politikindonesia.com di Kantor Ditjen Hortikultura, Jakarta, Rabu (27/12).
Dijelaskan, tingginya produksi aneka cabai dan bawang merah tersebut di atas kebutuhan nasional. Hal itu terjadi karena pihaknya sudah menambah luas areal tanam. Selain itu, pihaknya membentuk petani champion di sejumlah daerah sebagai sentra produksi baru dan mengatur pola tanam, pemberian bantuan berupa pupuk dan benih hingga alat dan mesin pertanian (alsintan).
“Kami harus amankan terus manajemen tanam supaya dapat menjadi dasar untuk pastikan suplai pasokan. Karena untuk menjamin manajemen tanam, harus ada infrastruktur, sarana dan prasarana yang dipenuhi. Kami pun melakukan semua itu dan tentunya tiap daerah berbeda-beda dengan kemampuan yang juga berbeda-beda," ujarnya.
Menurutnya, petani champion dibentuk untuk mengantisipasi harga cabai. Bahkan, pihaknya sudah menerapkan pola kemitraan antara petani dengan pedagang cabai besar dan industri pengguna cabai. Pola kemitaan dilakukan untuk atasi masalah harga cabai, termasuk untuk solusi jangka panjang. Beberapa pola kemitraan yang sudah kami buat antara lain produsen bubuk cabai, produsen sambal dan kemitraan petani langsung ke konsumen lewat Toko Tani Indonesia (TTI).
“Jadi, cabainya petani dibeli langsung dan ada kontraknya. Pola kemitraan juga dilakukan melalui petani-petani andalan yang dikategorikan sebagai petani champion. Petani champion berkoordinasi dengan industri sehingga cabai di tingkat petani bisa terserap maksimal. Saat ini misalnya, champion di Magelang sudah membangun kerjasama dengan industri, khususnya untuk cabai rawit merah. Kerja sama dilakukan, antara lain dengan rumah makan dan industri kecil lainnya”, ungkap Spudnik.
Diakuinya, dari aspek harga, tren yang terjadi adalah tingginya harga aneka cabai dan bawang merah ditingkat petani pada Desember ini. Kenaikan harga tersebut terjadi karena anomali harga akibat perayaan Natal dan Tahun Baru. Padahal ketersediaan produksi melampaui kebutuhan. Namun, banyak faktor yang mempengaruhi meningkatnya harga. Selain panjangnya rantai distribusi, panen terjadi tak disemua daerah. Sehingga terjadi permainan harga oleh pengepul.
“Kami pun sudah bersurat ke Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menyerap dan membeli komoditas di suatu wilayah yang surplus. Untuk menekan harga, komoditas itu kemudian didistribusikan ke daerah defisit. Karena produksi di tiap daerah tak merata. Pedagang pun tidak bisa membelinya setiap hari sehingga petani panik. Kami pun mengetahui persis permainan ini. Sayangnya, para pengepul tak bisa dijatuhi sanksi, lantaran belum ada peraturannya,” tegasnya.
Dipaparkan, untuk menjaga kesejahteraan petani melalui perbaikan harga jual, piihaknya juga sudah menyiapkan rencana jangka panjang. Solusi jangka panjang yang dilakukan adalah sosialisasi teknologi budidaya rendah pestisida atau ramah lingkungan guna mengurangi biaya produksi hingga 25 persen. Selain itu, pihaknya menggalakkan mekanisasi pertanian (mektan) agar biaya tenaga kerja turun dan efisiensi sampai 30 persen, hingga membangun mitra kerja sama permanen dengan industri makanan.
“Kami berharap semua kebijakan itu mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Sehingga produksi dan pendapatan petani meningkat. Walau tak dipungkiri, pengeluaran petani meningkat jauh lebih tinggi, namun daya beli dan pendapatan riil petani menurun. Semua itu karens panjangnya rantai distribusi produk pertanian. Karena semakin panjang rantai distribusi, maka semakin besarnya peningkatan harga barang dari produsen pertama ke konsumen,” ulasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved