Target pembangkit listrik yang akan dibangun sebesar 35.000 megawatt (MW) dalam jangka waktu lima tahun ke depan justru merugikan PT PLN (Persero). Sebab akan ada kelebihan tenaga listrik (excess power) sebesar lebih dari 21.000 MW yang harus dibayar PLN, meskipun kelebihan itu tidak terserap oleh konsumen PLN.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan hal tersebut usai rapat koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diwakili Direktur Jenderal Kelistrikan Jarman, dan Direktur Utama PLN Sofyan Basyir di Jakarta, Senin (07/09)..
Rizal mengatakan, beban puncak pemakaian listrik pada 2019 nanti sebesar 74.000 MW. “Maka akan ada kapasitas idle sebesar 21.331 MW,” kata Rizal.
Menurut Rizal, sesuai dengan aturan yang ada, PLN harus membeli listrik yang dihasilkan swasta sebesar 72 persen dari nilainya. Kalau ini terjadi maka PLN akan mengalami kesulitan keuangan.
“Kalau 35.000 MW dilaksanakan sampai 2019, akan ada kapasitas lebih 21.000 MW. Dan dalam kesepakatan pembelian dengan swasta PLN harus membayar 72 persen, dipakai atau tidak dipakai. Dan itu akan membuat PLN mengalami kesulitan,” ungkap Rizal.
Perhitungan Rizal, PLN harus membayar excess power tersebut sebesar US$10,763 miliar. Apabila kesulitan keuangan ini menimpa PLN maka bukan tidak mungkin perusahaan setrum pelat merah itu butuh suntikan tambahan modal.
Rizal mengatakan, dalam 5 tahun ke depan target yang paling mungkin direalisasikan dan tidak mengganggu keuangan PLN ialah sekitar 16.000 MW-18.000 MW.
“Sisa-sisanya perlu revisi. Misalnya bisa dilanjutkan dalam 5 tahun yang akan datang. Tapi yang paling penting, program ini tidak boleh membuat PLN rugi. Karena kalau ada excess kapasitas PLN harus bayar,” pungkas Rizal.
© Copyright 2024, All Rights Reserved