Sektor perkebunan merupakan sektor yang sustain dan memiliki prospektif yang lebih bagus untuk dapat menopang perekonomian masyarakat daerah bila digarap dengan benar dari hulu ke hilir. Saat ini, sekitar 92 persen dari total 191 juta hektar (ha) lahan besar perkebunan di Indonesia, tersebar di luar Jawa.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Gamal Nasir mengatakan, banyaknya wilayah perkebunan di luar Pulau Jawa, sehingga berpotensi mengembangkan perekonomian masyarakat luar Jawa. Dari komposisi daerah perkebunan tersebut, sebanyak 23,78 ha merupakan lahan perkebunan non kelapa sawit dan seluas 11,44 juta hektare merupakan lahan perkebunan kelapa sawit.
"Adapun, sebanyak 40 persen dari total luasan kelapa sawit 11,44 juta ha tersebut merupakan perkebunan milik rakyat. Dalam sistem perkebunan, hampir semuanya merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh petani kecil yang identik dengan kemiskinan," katanya kepada politikindonesia.com disela-sela peluncuran buku "Perkebunan Pemerdekaan Indonesia", di Jakarta, Selasa (03/05).
Menurutnya, apabila sektor perkebunan merata di seluruh Indonesia secara mumpuni bisa meningkatkan ekonomi rakyat. Namun, untuk mencapai semua itu masih saja ada sejumlah hambatan, terutama karena implementasi inovasi dan teknologi yang rendah.
"Sub sektor perkebunan berkembang dengan sangat pesat dan menjadi leading sector yang menjadi sumber peningkatan penerimaan negara. Sektor ini juga mengundang investasi tinggi dan menjadi sumber penyediaan bahan baku bagi industri," ungkapnya.
Terbukti, lanjut Gamal, setiap tahunnya sejumlah produksi komoditas perkebunan rakyat mampu mengekpor hingga 3 juta ton. Di antaranya tebu, kopi, kakao, tembakau, teh, lada, cengkeh dan produk lainnya. Namun, sektor perkebunan yang strategis itu pun tak luput dari sejumlah tantangan.
"Hingga kini pengusahaan perkebunan rakyat masih dilakukan secara monokultur dengan infrastruktur yang terbatas. Sehingga sektor perkebunan Indonesia masih kalah dengan Malaysia dalam upaya pemberantasan kemiskinan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo), Agus Pakpahan menambahkan untuk dapat mengerek pendapatan negara dan kesejahteraan petani dari sektor pertanian, maka pemerintah harus gesit melakukan industrialisasi pertanian. Karena selama ini, petani tidak bisa mengandalkan perluasan lahan.
"Pertanian seperti itu sulit berkembang karena berbasis lahan, sementara ketersediaan lahan itu tetap. Padahal sektor perkebunan memiliki sumber intensif yang luar biasa terhadap tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung. Karena sekecil apapun kontribusi ekonomi sektoral seperti itu, ada hal yang sangat positif," ucapnya.
Dia mencontohkan, Korea Selatan yang perlahan mengarahkan sektor pertaniannya pada industrialisasi. Sehingga mampu membawa negara itu masuk pada jajaran negara-negara maju dunia. Sedangkan Indonesia, lahan yang dimiliki sebenarnya tidak melimpah dan lahan daratannyan sangat terbatas.
"Oleh sebab itu investasi hilir perkebunan harus menjadi suatu kewajiban agar kita tidak kehilangan kesempatan mendapatkan nilai tambah. Sehingga hasil produksi pertanian bisa memaksimumkan keuntungan dan bukan berbakti untuk mengatasi kemiskinan," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved