Pergesekan dan pergeseran pejabat di jajaran Mabes Polri dan Polda-Polda, sepeninggal Kapolri Bimantoro tampaknya tak luput dari peranan permainan para bandar judi di Jakarta. Aparat kepolisian tampaknya semakin tak berdaya menghadapi tekanan para bandar judi. Nyatanya, dari hasil operasi penggerebekan yang dilakukan Polda Metro Jaya pada Selasa (02/04), tak satupun bandar ataupun pemain mampu dijaring pihak kepolisian. {(lihat HUKUM: Perjudian: Polda Basmi, Mabes Proteksi, WAWANCARA: Lokalisasi Judi,INTRIK: Bandar Judi)}. Ada apa?
Menurut penelusuran Politikindonesia.com, rencana penggerebekan terhadap lokasi judi yang dilakukan pihak Polda Metro Jaya sudah bocor, sehingga para bandar sudah bersiap-siap mengatisipasi operasi tersebut. Menurut seorang perwira menengah yang turut dalam operasi itu, rencana operasi yang sudah matang diyakininya bocor karena ulah oknum yang ada di Polda Metro. “{Kan}, baru-baru ini banyak wajah baru di Polda Metro. Wajar saja kalau bocor,” ujarnya.
Sinyalemen yang diungkapkan perwira menengah itu, terkesan ada benarnya. Sebab, kalangan wartawan yang mendapat informasi tentang penggerebekan di lokasi judi Pulau Ayer, milik Sugeng Prananto dan Arief Cocong, menemukan aparat kepolisian yang menyergap Pulau Ayer sudah berlabuh di Pantai Marina, Ancol Selasa sore (02/04), dan hanya menemukan perahu kosong. Tak satupun pemain atau bandar yang ditangkap dan dibawa bersama petugas.
“Semua sudah di 86-kan. Ada telpon dari Mabes. Barang bukti dan para tersangka dilepas dan mereka mendarat di Pantai Mutiara,” ungkap salah seorang petugas yang dicegat wartawan ketika turun dari perahu di Dermaga Marina, Ancol dengan wajah lelah.
Memang, operasi pembrantasan perjudian di Jakarta kali ini, menurut keterangan salah seorang bandar judi di bilangan Hayam Wuruk, dilatarbelakangi oleh penolakan Polda Metro terhadap permintaan Mabes Polri yang meminta agar “mengizinkan” beroperasinya lokasi judi milik konsorsium Sugeng,Cocong, dan Pepen di kawasan kota “Zodiak” alias “Oriental”. “Masak semua judi di Jakarta mau di monopoli konsorsium mereka saja.Yang lain {kan }mau makan juga,” ungkap bandar judi yang enggan disebut namanya itu.
Lebih jauh bandar ini menjelaskan, sebenarnya suasana perjudian di Jakarta sudah terbilang tertib, ketika seorang pengusaha, Tommy Winata masuk kedalam konsorsium judi Indonesia yang dikomandoi Sugeng Prananto dan Arief Cocong. Namun, karena TW, begitu pengusaha ini biasa disebut, memiliki sifat yang menentang adanya praktik monopoli dalam dunia perjudian, akhirnya terjadi ketidakcocokan diantara mereka. Buntutnya TW keluar dari kongsi di dalam konsorsium itu.
“ Anda masih ingat ketika Gus Dur menuduh Tommy Winata sebagai pemilik kapal judi---belakangan di ralat sendiri oleh Gus Dur. Itu {kan} lelucon yang tidak lucu. Dan itu bisa terjadi karena Tommy tidak setuju dengan sifat monopoli yang dikembangkan oleh Sugeng dan Cocong. Ini semua skenario "bintang-bintang" di petinggi sana,” jelasnya.
Menurut bandar yang sudah malang melintang di dunia perjudian ini, sebenarnya operasi pembrantasan judi yang dilakukan Polda Metro kemarin (02/04), merupakan implikasi dari pergeseran peran dan fungsi yang ada di dalam jajaran kepolisian. “Ini perang bintang Pak,” ungkapnya kepada Politikindonesia.com seraya menjelaskan bahwa pergeseran yang terjadi di Mabes Polri dan Polda-Polda, khususnya Polda Metro, tidak luput dari peranan para bandar judi yang ada didalam konsorsium itu.
Dijelaskan, sejak Tommy Winata yang dikenal dekat dengan mantan Kapolri Bimantoro dan mantan Kapolda Metro Sofyan Yacub, keluar dari konsorsium, maka pejabat kepolisian yang mempunyai hubungan dekat dengan Bimantoro dan Sofyan Yacub digeser posisinya. Kenapa?
“Mereka khawatir kalau TW akan membangun kekuatan untuk menghancurkan konsorsium judi yang sudah memonopli praktik perjudian di Indonesia selama kurang lebih sepuluh tahun itu, “ujarnya seraya menyebutkan nama-nama perwira tinggi yang menjadi {backing} konsorsium milik Sugeng dan Cocong. Diantaranya EH, SP, SB, R yang ada di Mabes Polri. Sementara di Polda Metro seorang perwira menengah yang baru masuk di jajaran Polda.
Ketika cerita bandar judi ini dikonfirmasikan dengan perwira menengah yang turut dalam operasi penggerebekan Selasa lalu, perwira ini tidak mengiyakan, tetapi juga tidak membantah keterangan tersebut. “Anda {kan} tahu siapa sebenarnya yang menjadi raja perjudian di Indonesia. Tak usah Tanya aku lah…Tanya saja konsorsium itu.” ujarnya sambil tersenyum.
Bila apa yang terungkap ini benar adanya, tentu sungguh ironis dan memprihatinkan. Bisa dibayangkan, betapa saktinya konsorsium judi tersebut dalam mengatur gerak langkah petugas kepolisian.
Menurut keterangan seorang wartawan senior yang dikenal cukup dekat dengan bandar judi dan aparat kepolisian ini, sebenarnya soal perjudian di Jakarta, memang sejak dulu di kelola oleh konsorsium judi milik Sugeng Prananto dan Arief Cocong. Dalam konsorsium ini ada banyak tokoh pengusaha, yang berkongsi dengan keduanya. Misalnya, HP, JD, At, RS, W alias U dari Bandung, dan PP yang sempat membuka judi di Manado.
Nah, mereka inilah yang mengatur seluruh perjudian di Indonesia, khususnya di Jakarta. Dan aparat yang menjadi koordinatornya di Mabes adalah R, sementara di Polda N. Dan yang terakhir masuk di dunia 303 ini adalah Mulyono, pemilik lokasi 1001 yang konon di{backing} oleh W dan S yang dituding terlibat dalam kasus HAM.
Lantas, seperti apa posisi Tommy Winata? Nah, TW itu kan terkenal {ceplas-ceplos} dan berani mengambil sikap tegas, karena dia itu dibesarkan dilingkungan tentara. Ketika dia bergabung dengan konsorsium, TW tidak setuju dengan tindakan monopoli. Karena TW kan dekat dengan Kapolri Bimantoro dan Kapolda Sofyan Yacub, Sugeng dan Cocong tidak berani bertindak secara langsung untuk “menghabisi” TW saat itu. Tapi mereka melalui cara lain, yakni membunuh karakter dan memberi stigma melalui media massa tentang TW sebagai bandar judi. “Anda bisa bayangkan betapa kuatnya pengaruh mereka. Anda ingat ketika Gus Dur ingin menangkap TW yang dituding sebagai pemilik kapal dan pulau judi. Itu kan {ngawur} semua,” ungkap wartawan senior ini.
Nah, ketika Bimantoro dan Sofyan Yacub tidak memiliki peranan lagi di kepolisian, pucuk dicinta ulam pun tiba, ungkap wartawan senior ini sembari bertamsil. Barulah konsorsium ini menggerakan mesin politik mereka kembali. “Hampir seluruh lokasi judi di Jakarta tutup, termasuk yang dikelola Yasmin dan David di Mangga Dua yang dekat dengan TW, tapi milik Sugeng,Cocong, dan Pepen tetap buka walaupun sudah di{grebek} Polda. Setelah di{grebek} dan di 86-kan baru mereka tutup. Inikan jelas-jelas {show of force}nya konsorsium itu, ujarnya.
Alihkan Perhatian
Sementara itu, dalam pandangan pakar politik Dr. Ahmadin, fenomena pembrantasan judi yang dilakukan oleh pihak kepolisian beberapa waktu yang lalu, lebih merupakan sebuah langkah mengalihkan perhatian dari persoalan yang lebih penting untuk dibrantas, yakni soal narkoba.
“Saya pikir, masalah narkoba seribu kali lebih penting dari masalah perjudian. Seharusnya ini yang menjadi prioritas. Kalau polisi tidak punya dana, ambil saja duit dari para bandar judi itu dan gunakan untuk membrantas jaringan peredaran narkoba yang sudah mengganas di Indonesia,” ujar Ahmadin.
Jangan sampai hanya karena urusan perjudian, soal narkoba jadi ditelantarkan. Beberapa waktu yang lalu kan sudah bagus cara menangani narkoba. Walaupun kita belum tahu, siapa saja yang ditahan dan dihukum berapa lama.
Nah, kalau polisi sibuk ngurusin judi dan melupakan narkoba, inikan sama saja memelihara penyakit bangsa. “Kalau judi kan hanya segelintir orang dan korbannya pun paling-paling bangkrut. Kalau Narkoba, itukan jelas, korbannya adalah generasi penerus bangsa,” ujar doktor politik alumnus negeri George Bush ini mengingatkan.
Tapi, ya itu tadi, tinggal aparat kepolisian, mau meilih yang mana? Konsorsium atau Narkoba? Jangan-jangan Bandar narkoba yang “mengongkosi” operasi judi? Entahlah.
Daftar Lokasi Judi & Pengelola di Jakarta
1.JALAN KUNIR : ARIEF COCONG
2.JALAN GAJAHMADA 82/85 : ARIEF COCONG
3.PULAU AYER, KEP SERIBU : ARIEF COCONG,
JAN DARMADI &
HENRY PRIBADI
4.RAINBOW, JL HAYAM WURUK : ARIEF COCONG
5.RAJA KOTA, JL HAYAM WURUK : ARIEF COCONG
6.RAJAMAS, GLODOK : RUDY SUSANTO
7.JL.GAJAHMADA 80 : ROBBY & ATUNG
8.COPACOBANA, P JAYAKARTA : ROBBY & ATUNG
9.FIGJT, GUNUNG SAHARI : ROBBY & ATUNG
10.PANCORAN, GLODOK : APO
11.MUARA KARANG RAYA 90 : APO
12.KELAPA GADING : APO
13.HARCO MANGGA DUA : ENGSIU, YASMIN,DAVID
14.JL ASEMKA : MARTIN
15.LOKASARI/KABUKI : ALEX & MULYONO
16.JUDI BOLA PANTAI MUTIARA : TONI ANG
17.JUDI BOLA, SUNTER : ALEX
18.JUDI BOLA, GUNUNG SAHARI : LUA SHENG
19.JUDI BOLA, GAJAHMADA : EDI SUMASTO
20.KALI JODO : SAKERAH
21.OMNI BATAVIA : A PIU, SANTOSO
22.BUANA : PEPEN
23.PLAZA PASIFIK : AFON
24.DUTA MAS, KEBON JERUK : YONGKI
25.JL.LABU : JAJANG
26.ORIENT, MANGGA BESAR : AWI
27.TAMAN HARAPAN INDAH : RUDY SUSANTO
28.TOKO REZEKI,HAYAM WURUK : RUDY SUSANTO
29.RUKO BLOK A GREEN GARDEN : APO
30.KOMPLEK ROBINSON, BANDENGAN : LI YUN FANG,APO
31.TELUK GONG : RANDY & JIMMY
32.CITRA GARDEN : MATONO
33.JL.BATU TULIS (BEKAS SDSB) : YUDI,HENDRA SUMAMPAUW
34.JL.MANGGA BESAR 31-A : ALIONG
35.KOMPLEK HIBRIDA,KLP GADING : JIMMY
36.HAYAM WURUK 103 : YONGKY
37.JL.KEJAYAAN, JAKARTA BARAT : APO
38.HOTEL TRAVEL LT 5 : AJIN/GUNAWAN
39.PANTI PIJAT SUPER, JL.LABU : ROBERT
40.BIOSKOP FAJAR, TELUK GONG : LIEM HONG, ABA
41.RESTORAN THIO CHU, JL.LABU : APO, JUHUA
42.STASIUN SAWAH BESAR : APHIN
43.TAMAN RATU, KEBON JERUK : AKIM,YONGKY
44.PORIS INDAH : ALUNG
45.PLUIT SELATAN & UTARA : ABAU
46.DUTA MERLIN BLOK I : FERRY
47.HOTEL ACCACIA, KRAMAT RAYA : HENDRO SUMAMPAUW
{sumber: Tabloid Aksi, Panji Masyarakat, Republika, Tabloid Integrasi,Majalah Forum Keadilan, Majalah Tempo. Data diolah}
© Copyright 2024, All Rights Reserved