Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais hari ini (Jumat, 1/8) pukul 09.00 WIB membuka Sidang Tahunan (ST) MPR 2003 di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta. Sidang direncanakan berlangsung hingga tanggal 10 Agustus.
Amien Rais menyampaikan pidato pembukaan dilanjutkan dengan pengesahan jadwal acara ST MPR 2003. Presiden Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden Hamzah Haz, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Mahkamah Agung (MA), dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hadir pada acara pembukaan itu.
"Pemilu 2004 pintu gerbang menuju terbentuknya Indonesia baru yang lebih demokratis sesuai UUD 1945," ujar Ketua MPR Amien Rais pada salah satu bagian pidato pembukaan Sidang Tahunan (ST) MPR 2003 di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Jumat (1/8). Sidang tersebut diikuti 498 anggota dari 700 jumlah keseluruhan anggota Majelis.
Melalui Pemilu 2004 akan terbentuk pemerintahan yang lebih legitimated dan anggota legislatif yang lebih representative karena semuanya dipilih langsung oleh rakyat. "Pemilu 2004 merupakan ujian besar dalam konteks amanat UUD 1945, karena kita diimbau kepada pihak, partai politik, TNI/Polri agar menjadikan Pemilu 20004 sebagai Pemilu paling demokratis," ujarnya.
MPR berharap Pemilu 2004 benar-benar dipersiapkan dengan seksama dan cermat. "Kami mengimbau agar segala sesuatunya dipersiapkan sungguh-sungguh dan berhati-hati," tegas Amien didampingi Wakil Ketua MPR Sutjipto, Ginandjar Kartasasmita, Cholil Bisri, Slamet Supriyadi, Nazri Adlani, Jusuf Amir Feisal, Husnie Thamrin, dan Ooesman Sapta.
Pada kesempatan tersebut, Amien Rais juga menguraikan rancangan keputusan MPR yang menjadi materi pembahasan ST MPR, diantaranya soal Komisi Konstitusi (KK) dan tinjauan materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Amien Rais juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada para anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang telah resmi dibubarkan sesuai dengan perubahan UUD 1945.
Selanjutnya pada pukul 14.00 hingga malam hari, Presiden Megawati akan menyampaikan laporan pelaksanaan putusan MPR, diikuti laporan ketua DPR, laporan ketua BPK, dan laporan ketua MA. Laporan lembaga tinggi negara ini tidak akan ditanggapi oleh fraksi-fraksi dan MPR juga tidak akan membuat rekomendasi.
Rapat konsultasi pimpinan MPR dan pimpinan fraksi-fraksi hari Rabu lalu telah menyepakati tidak akan membahas secara khusus rekomendasi terhadap pemerintah. Dalam sidang-sidang tahunan sebelumnya, rekomendasi dibahas khusus dalam sebuah komisi. Hal ini pula yang menimbulkan "ketegangan" antara eksekutif dan legislatif.
Tugas utama MPR dalam ST kali ini adalah meninjau materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Dari 139 Tap yang dikaji, 40 Tap MPR diantaranya sudah dicabut dengan Tap MPR juga. Selebihnya ada yang berlaku satu kali dan ada yang masih berlaku. PAH II membuat kategorisasi Tap yang akan dikaji pada ST 2003 itu menjadi kelompok-kelompok.
Kelompok pertama adalah Tap MPR yang dicabut. Tap-tap yang dicabut itu seperti Tap MPR No XVII/1999 tentang HAM, Tap MPR No III/ 1978 tentang Impeachment, dan Tap MPR No III/1979 tetang Hubungan Antarlembaga. Kelompok kedua adalah Tap MPR yang dicabut dengan ketentuan. Kelompok ketiga adalah Tap MPR yang berlaku dengan ketentuan. Kelompok keempat adalah Tap MPR yang berlaku sampai berakhir masa pemerintahan.
Selain itu, juga terdapat Tap MPR yang berlaku sampai dibuatnya UU, seperti Tap MPR No IV/2000 tentang Otonomi Daerah, Tap MPR tentang Etika Berbangsa, dan Tap MPR tentang Pemisahan TNI/Polri.
Soal Tap MPRS No XXV/1966 tentang Pembubaran PKI, Pernyataan sebagai Organsasi Terlarang di Seluruh Indonesia bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Maxisme-Leninisme, delapan fraksi menyatakan Tap MPRS No XXV Tahun 1966 ini tetap berlaku dengan ketentuan.
F-PDIP adalah fraksi satu-satunya yang menghendaki Tap MPRS NO XXV/1966 ini dicabut. F-PDIP juga akan memperjuangkan pencabutan Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno dan Tap MPRS Nomor XI/MPRS/1967.
Tugas utama yang lain adalah mensahkan Rancangan Keputusan tentang Susunan Kedudukan, Kewenangan, dan Keanggotan Komisi Konstitusi.
Komisi ini bertugas melakukan pengkajian secara komprehenisf tentang perubahan UUD 1945. Komisi ini hanya berwenang memperoleh risalah perubahan UUD 1945, memperoleh penjelasan mengenai latar belakang UUD 1945, melakukan analisa terhadap hasil perubahan UUD, dan menyusun program kerja.
Dua tugas utama inilah yang akan dikerjakan para anggota Majelis sampai tanggal 10 Agustus nanti. Sidang bisa berlangsung lebih cepat karena tidak ada lagi celah-celah yang bisa dijadikan pemicu instabilitas dalam agenda. “Kalau bisa lebih cepat maka biaya senilai Rp 20 milyar untuk pelaksanaan sidang bisa dihemat, dan sisanya akan dikembalikan kepada Negara,” kata Amin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved