Ketua Komisi I Ibrahim Ambong menyiratkan adanya tiga kemungkinan kesimpulan yang dihasilkan dari penyelidikan prosedur pembelian pesawat tempur Sukhoi melalui Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk Komisi I DPR.
Kepada pers seusai rapat intern Komisi I di Gedung DPR Jakarta, Kamis (28/8), Ambong menjelaskan ketiga kemungkinan kesimpulan itu adalah selesai di Panja, membentuk Pansus baru, atau melanjutkan ke interpelasi.
"Setelah ada rangkuman dari semua itu, nanti tentu akan ada kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi," kata Ambong, yang juga ketua Panja Sukhoi.
Secara pribadi, ia melanjutkan, setidaknya terbayang tiga bentuk kesimpulan hasil Panja, yakni selesai urusannya di tingkat Panja, melanjutkan ke interpelasi atau membentuk Pansus pembelian pesawat Sukhoi. Lebih lanjut dia menguraikan bahwa semua bentuk kemungkinan
kesimpulan itu mempunyai alasan masing-masing, yang belum bisa dikatakan pada saat ini.
Ambong juga menyatakan bahwa pidato Presiden Megawati saat pembukaan Sidang Tahunan MPR 1 Agustus lalu juga akan dijadikan bahan masukan bagi kesimpulan dalam Panja nantinya.
"Presiden pada tanggal 1 Agustus secara tertulis dan terbuka telah menyatakan bahwa dia telah menugasi pembantu-pembantunya dalam hal pembelian pesawat Sukhoi ini," ucapnya. Oleh karena itu, menurut Ambong, seluk beluk pembelian Sukhoi itu sebaiknya ditanyakan langsung kepada Megawati.
Mengenai pemanggilan kembali Menperindag Rini Soewandi untuk memberi penjelasannya seputar pembelian sejumlah pesawat tempur Rusia itu, Ambong mengatakan bahwa Rini Soewandi sudah menyatakan kesediaannya untuk hadir pada 1 September 2003 mendatang. Selanjutnya Panja akan menyimpulkan hasil kerjanya pada tanggal 3 September 2003.
Ketika menyambut kedatangan Sukhoi, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menegaskan, kedatangan dua pesawat Sukhoi jenis Su-27 SK di Lapangan Udara Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur, Rabu (27/8), bukan bentuk pelecehan terhadap Panitia Kerja Sukhoi DPR yang hingga kini masih mempersoalkannya.
Kedatangan dua Su-27 SK yang diangkut dengan pesawat Rusia jenis Antonov AH-124-100 itu merupakan jadwal yang harus ditepati. Bila tidak, Indonesia justru akan kehilangan kesempatan memiliki pesawat produksi Rusia tersebut, karena sebelumnya sudah menunda pembelian pada tahun 1997.
"Ini murni sesuai dengan jadwal, seperti yang tertulis dalam kontrak imbal beli. Bukan karena terburu-buru, seperti dugaan orang. Silakan DPR mempersoalkan dengan panja-nya," ungkap Endriartono yang didampingi Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Chappy Hakim, dalam jumpa pers di Madiun, kemarin.
Panglima TNI menegaskan pula bahwa empat pesawat jenis Sukhoi dan dua helikopter MI-35 yang akan segera tiba bukanlah murni hasil pembelian, tetapi merupakan imbal dagang dengan beberapa komoditas dari Indonesia, seperti karet dan minyak sawit mentah (CPO).
"Sekali lagi saya tegaskan, kami tidak membeli Sukhoi dan MI, tetapi kami menerimanya sebagai alat pembayaran atas komoditas dalam negeri yang dijual kepada Rusia. Jadi, leading sector-nya berada di Depperindag (Departemen Perindustrian dan Perdagangan)," katanya berulang kali.
Secara terpisah, seusai silaturahmi dengan ulama Banyuwangi di Pesantren Mansaul Huda, Rabu, Wakil Presiden Hamzah Haz menyatakan, pemerintah akan menjelaskan pendatangan pesawat tersebut kepada Panitia Kerja (Panja) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal Sukhoi. Diakui, pembelian Sukhoi ini memang belum sempat dibicarakan dengan DPR.
"Namun, kami juga sadar bahwa momentum pembelian pesawat ini kan jarang terjadi. Kita sama sekali tidak keluarkan devisa dollar, malah barang kita yang dibeli," katanya.
Menurut Hamzah, pemerintah lewat Menteri Keuangan beberapa bulan lalu telah minta anggaran tambahan kepada DPR untuk dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2003. "Jadi, mekanisme yang ada telah kami tempuh, sudah dijalankan," katanya.
Ketika terus didesak bahwa itu melanggar undang-undang (UU), Hamzah mengatakan, tinggal mekanisme perundang-undangan yang harus dipenuhi. "Tentu kami akan menurut bagaimana yang berjalan di DPR selama ini," katanya.
Saling buka diri
Di Denpasar, Bali, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais menyarankan, pemerintah dan Panja Sukhoi Komisi I DPR saling membuka diri demi menyelesaikan permasalahan pembelian pesawat tempur tersebut. Namun, secara pribadi, Amien menyetujui pembelian pesawat tempur itu demi memperkuat Angkatan Udara RI.
"Penyelesaian terbaik itu adalah dengan keterbukaan. Pemerintah membuka diri tentang bagaimana persisnya pembelian itu. Kalau memang tidak ada mark up, terangkan. Kalau tidak ada kejanggalan, terangkan. Kemudian, kalau sudah selesai, ya sudah, ditutup," kata Amien, Rabu malam.
Menurut Amien, pemerintah memang layak mempunyai rencana memperkuat armada angkatan udaranya dengan membeli pesawat jet tempur tersebut. Di satu sisi, Pemerintah Indonesia mengalami kesulitan menambah peralatan militer, termasuk pesawat tempur dari Amerika, karena negara adidaya itu mengembargo Indonesia.
"Jadi (keinginan) itu sudah betul. Cuma yang dipermasalahkan itu, pembelian tersebut katanya melanggar undang-undang, melanggar konsensi, melanggar ini dan itu. Sekarang apa betul melanggar atau tidak? Yang paling tahu Panja Sukhoi dan pemerintah," katanya.
Bukan barang bekas
Menurut rencana, dua Sukhoi tipe lainnya, yakni Su-30 MK akan tiba di Lapangan Udara (Lanud) Iswahyudi tanggal 31 Agustus 2003, sedangkan helikopter MI-35 akan tiba tanggal 8 September 2003.
Endriartono menampik dugaan bahwa kedatangan empat pesawat di Indonesia yang relatif cepat dari penandatanganan kontrak dikarenakan pesawat tersebut merupakan barang bekas. "Itu tidak benar. Sukhoi dan helikopter tersebut benar-benar masih baru, brand new," ungkapnya.
Jenis pesawat Sukhoi yang tiba kemarin merupakan jenis pesawat yang sebelumnya dipesan India sehingga sudah dibuat sebelum penandatanganan kontrak dilakukan. Sebaliknya, 40 pesawat yang dibeli India, di antaranya merupakan pesawat yang batal dibeli TNI pada tahun 1997 karena krisis moneter.
"Ketika tim dari Indonesia datang ke Rusia dan menandatangani kontrak beberapa waktu lalu, sebenarnya hanya sebuah pematangan saja. Sebab, sebelumnya sudah pernah terjadi pembicaraan yang lalu tertunda," kata Marsekal Chappy Hakim menjelaskan.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara ketiga yang menggunakan pesawat tempur Sukhoi, setelah Vietnam (tujuh Su-27 SK dan lima Su-27 UBK) dan Malaysia (18 Su-30 MK). Negara pemakai lainnya, yakni Ukraina, Belarusia, Uzbekistan, Republik Rakyat Cina, dan India.
Ditempatkan di Makassar
Untuk sementara, Su-27 SK dan Su-30 MK yang perakitannya setidaknya membutuhkan waktu sekitar dua minggu itu akan berada di Lanud Iswahyudi. Pasalnya, dengan kekuatan empat pesawat, belum bisa disebut sebagai alat utama sistem senjata (alutsista).
Proyeksinya, armada tempur Sukhoi akan bermarkas di Lanud Makassar, Sulawesi Selatan.
Kini, setidaknya 30 teknisi Rusia berada di Lanud Iswahyudi untuk membantu perakitan dan melatih mekanik-mekanik dari Indonesia. Enam pilot dan 18 calon teknisi Sukhoi yang sedang berlatih di Rusia baru akan tiba di Indonesia 9 September 2003.
Menurut Endriartono, empat pesawat belum cukup untuk dioperasionalkan sebagai sebuah kekuatan tempur udara. Indonesia harus memiliki minimal dua skuadron (24 pesawat) tempur jenis Sukhoi. Akan tetapi, realisasinya menunggu kemampuan anggaran pemerintah. Saat ini pihak Komando Operasi TNI AU sedang mengkaji dan menganalisis kebutuhan pesawat tempur yang paling cocok dan ideal untuk mengamankan kedaulatan wilayah Indonesia.
Dijelaskan Endriartono, TNI sedang berpikir mencari alternatif, bagaimana kebutuhan alutsista udara terpenuhi dengan anggaran terbatas, tanpa embel-embel persyaratan tertentu dari negara produsen yang justru membuat TNI menjadi terdikte.
"Idenya, jet Sukhoi yang kita datangkan dari Rusia akan menggantikan pesawat A-4 yang memiliki base di Makassar. Empat jet Sukhoi yang baru kami datangkan belum ada apa-apanya. Untuk dapat menjadi kekuatan operasional, kita membutuhkan satu hingga dua skuadron," ujar Chappy Hakim.
Memenuhi ide tersebut, dua jet tempur Su-27 SK yang dikeluarkan dari pesawat kargo Antonov telah dicat warna abu-abu dengan logo Skuadron 11, di samping tulisan TNI-AU. Selama perjalanan sekitar 18 jam dari Rusia, kedua sayap Su-27 SK dilepas. Untuk merakit kembali, dibutuhkan waktu sekitar dua minggu.
Menurut Endriartono, karena belum merupakan satu kekuatan udara, jet tempur yang tanpa dilengkapi persenjataan ini belum akan dioperasikan. Pemunculan jet tempur Sukhoi dalam peringatan Hari TNI bulan Oktober mendatang, menurut Endriartono, merupakan pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Endriartono, yang juga didampingi Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Marsekal Madya Supardi dan Staf Ahli Kepala Bulog Bidang Imbal Beli Gerungan, lebih jauh menjelaskan latar belakang pengadaan jet tempur Sukhoi. "Wilayah kita sangat luas dan harus dijaga kedaulatannya, keutuhannya, dan kehormatannya oleh TNI. Peralatan tempur udara kita jauh dari memadai untuk melaksanakan tugas tersebut," ujarnya.
Untuk menjawab tugas tersebut, TNI menyadari kondisi kesulitan ekonomi yang mendera bangsa. Karena itu, upaya terobosan untuk pengadaan jet tempur ini dilakukan, yakni dengan imbal dagang dengan Rusia.
Kedatangan dua Su-27 SK disambut gembira pejabat TNI, khususnya pejabat TNI AU. Seperti dikatakan Chappy Hakim, kedatangan jet tempur Rusia ini akan mendukung kekuatan tempur udara Indonesia yang saat ini hanya sekitar 41 persen yang layak pakai.
© Copyright 2024, All Rights Reserved