Sumita Tobing harus siap-siap kembali ke penjara. Majelis Hakim Mahkamah Agung menghukum mantan Direktur Utama Televisi Republik Indonesia (TVRI) itu dalam kasus korupsi. Dalam putusan Kamis (06/01) itu, praktisi televisi itu dihukum 1,5 tahun.
Lepas dari besar kecilnya hukuman itu, vonis ini membingungkan. Setidaknya seperti disebut Sumita Tobing, sebelumnya untuk kasus yang sama, ada putusan bebas untuknya. Sayangnya, untuk putusan bebas Oktober 2009 itu, sampai Sabtu (08/01), pensiunan TVRI itu tak pernah memegang salinan putusan MA.
Kepada pers, Sumita Tobing menyebutkan, pada putusan MA 28 Agustus 2009 itu, MA menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis Hakim MA ketika itu, terdiri atas Andi Ayyub Abu Saleh, Djafni Djamal dan Muhammad Taufik.
Karena tak menerima salinan putusan itu, Sumita berinisiatif mengeceknya ke MA. Dari situ ia mendapat kepastian, putusan kasasi sudah ada. Isinya, MA menguatkan putusan awal yang membebaskan Sumita dari dakwaan.
Tetapi, sampai kini Sumita tak memegang salinan putusan bebas itu. Ketika itu, kata dia, pihak MA menjanjikan akan mengirim ke alamatnya. Sayangnya, sampai hari ini kiriman tersebut tak sampai ke rumahnya.
Yang ada kemudian, putusan baru kasasi MA, yang menghukum Sumita satu tahun dan enam bulan penjara. Jelas saja ia bingung. Apalagi, majelis hakim yang memutuskan juga berbeda. Dalam putusan baru itu, hanya Muhammad Taufik yang tetap dipertahankan. Dua lainnya sudah diganti.
"Ada apa ini? Apa keputusan dulu itu tidak ada? Kalau tidak ada, waktu itu muncul di website MA, dan juga dibenarkan jurubicara MA, Hatta Ali, ketika dikonfirmasi wartawan?" ujar Sumita.
Untuk menguatkan keterangannya, Sumita memperlihatkan sejumlah kliping berita. Antara lain, Hukumonline pemuatan 28 Oktober 2009 berjudul: "MA Kuatkan Vonis Bebas Sumita Tobing". Dari Primaironline, Selasa, 27 Oktober 2009 (wawancara jurubicara MA, Hatta Ali, berjudul: MA Tetap Bebaskan Mantan Dirut TVRI).
Lainnya, berita berjudul "Mahkamah Agung Kuatkan Putusan Bebas Sumita Tobing" dari Tempo Interaktif, Selasa, 27 Oktober 2009 pukul 13.50 WIB.
Dua Pemberitahuan
Sumita juga menjelaskan mendapat dua kali pemberitahuan mengenai perkaranya. Yang pertama, berdasarkan surat pengantar MA ke Pngadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) Nomor W6-U4-133-HK-01-V-2009 yang menyebutkan perkara Sumita Tobing telah diterima dengan nomor register 857/Panmud-pidsus/857/V/2009/K.
Dalam surat itu, disebutkan Majelis Hakim terdiri atas Dr H. Andi Abu Ayub Saleh, SH, MH, Djafni Djamal SH, MH, dan Muhammad Taufik SH, MH, dengan status: Telah dikirim ke Pengadilan Pengadu, tanggal putus 28-8-2009, Kasasi Jaksa Ditolak. Tanggal kirim putusan tersebut ke Pengadilan Pengaju adalah 8 April 2010.
Yang kedua, menurut Sumita, surat Pegantar Nomor W10-U1-2077-HK-01-111-2009-04.
Surat kedua ini diterimanya setelah surat pertama atau setelah adanya putusan. Dalam surat ini disebutkan, Nomor register di MA, 856/PIDSUS/2009 dengan Majelis Hakim dipimpin Timur Manurung.
"Untuk yang terbaru, saya tidak tahu. Karena saya tidak pernah mendapat informasi apa-apa," ujarnya.
Meski begitu, Sumita tetap berpegang pada surat pertama. Karena itulah, yang menurutnya diterima secara resmi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, putusan PN Jakarta Pusat, 12 Februari 2009, membebaskan Sumita Tobing. Mantan Direktur Utama TVRI itu dibebaskan dari dakwaan tindak pidana korupsi pengadaan peralatan produksi stasiun TVRI. Di tingkat kasasi yang pertama, Sumita juga dinyatakan bebas.
Dalam laman resmi MA di http://www.mahkamahagung.go.id// juga disebutkan soal pembebasan Sumita di tingkat MA itu. Situs itu mengutip rapat musyawarah hakim, 28 Agustus 2009 bahwa "amar putusan tolak kasasi JPU".
Jurubicara MA, Selasa, 27 Oktober 2000 kepada pers juga mengemukakan, "Kembali pada putusan pengadilan sebelumnya. Menguatkan putusan pengadilan negeri."
Namun, Majelis Hakim Mahkamah Agung, yang diketuai Artidjo Alkostar, Kamis (06/01) menyatakan, mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum, terkait vonis bebas Sumita Tobing yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. MA menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Sumita Tobing.
Artidjo Alkostar menjelaskan, putusan ini diambil secara bulat tanpa dissenting opinion (perbedaan pendapat) dengan majelis kasasi lainnya, Suryadjaya. Termasuk Muhammad Taufik, anggota majelis hakim MA, yang disebut Sumita telah menjatuhkan vonis bebas.
Kepada wartawan, kemarin, Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa mengakui adanya kesalahan pemuatan info perkara korupsi dengan terdakwa Sumita Tobing di situs MA. Ia sudah memerintah jajarannya untuk menyelidiki hal itu.
"Perkara belum putus kok sudah masuk ke website. Eda error di sini, pasti," kata Harifin Tumpa kepada pers, yang menemuinya di kantornya, usai salah Jumat.
Harifin menyatakan akan mengusut kasus tersebut. Ia akan menyelidiki kenapa ada putusan dalam waktu berbeda dengan hasil berbeda pula. Tapi, ia menegaskan, putusan yang benar adalah yang dikeluarkan Artidjo.
Sejauh ini, Harifin mengatakan belum mengetahui duduk perkaranya seperti apa. Ia mengaku masih harus memastikan ke jajarannya posisi perkara Sumita Tobing sebenarnya seperti apa.
Yang jelas, menurut Harifin, putusan yang keluar di laman Mahkamah Agung, seharusnya yang sudah diputus. Soalnya, sesuai prosedur, usai majelis memutus perkara, hasilnya baru dikirim ke pengelola laman.
Harifin menduga ada kesalahan dalam pencantuman perkara. Menurut dia, tiap perkara yang masuk di Mahkamah mempunyai nomer register yang sama, kecuali tahunnya. Atas kekeliruan yang ada, ia berjanji akan menjatuhkan sanksi tegas bagi yang bersalah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved