Pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana mengungkapkan pandangannya tentang sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia menilai, Ahok adalah pemimpin yang anti kritik. Ahok adalah tipe orang yang tidak bisa menerima kritikan.
Pandangan itu disampaikan Tijpta dalam rapat Panitia angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPPD) DKI Jakarta, Jumat (27/03). Tijpta adalah salah satu ahli yang diundang untuk memberikan pendapatnya oleh panitia angket yang tengah melakukan penyelidikan atas Ahok.
Dalam rapat itu, Tjipta menceritakan pengalaman pribadinya diserang balik Ahok setelah ia mengkritik kebijakan Ahok menghentikan pembangunan monorel. Ketika itu, Tjipta mengatakan, mandeknya pembangunan monorel karena tak adanya komunikasi yang baik antara Ahok dan PT Jakarta Monorail.
“Saya kritik, dia malah sewot. Apa urusannya Tjipta Lesmana komentar soal monorel. Itu menandakan Ahok adalah pemimpin yang anti dikritik," ujar dia.
Dikatakan Tjipta, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau menerima kritikan. Sebab, kritik merupakan salah satu masukan agar pemimpin yang dikritik itu bisa berubah menjadi lebih baik.
Tjipta kemudian bercerita tentang pengalaman ditelepon oleh Susilo Bambang Yuhoyono saat masih menjabat Presiden. Saat itu, ia gemar mengkritik keras kebijakan SBY.
Tjipta menceritakan, saat ditelpon itu, SBY tidak sama sekali menghardik dan memarahinya, tetapi justru mengucapkan terima kasih atas kritik yang ia sampaikan.
“Dulu saya kerap menyampaikan kritik keras ke SBY. Sampai akhirnya beliau menelepon saya. Beliau bilang, Saya tahu motif Anda baik, kritik Anda baik. Saya tahu Anda jujur. Saya mengucapkan terima kasih," tandas Tjipta.
Terkait etika Ahok dalam berkomunikasi yang dipersoalkan DPRD, Tjipta berpandangan bahwa hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk melakukan pemakzulan.
Tipta menambahkan, memang benar ada TAP MPR VI/2001 yang mengatur bahwa kepala daerah harus menjaga etika dan norma. Akan tetapi, TAP MPR itu tidak bis dijadikan dasar bagi DPRD untuk melengserkan Ahok, karena TAP MPR membutuhkan Undang-undang untuk penjabarannya.
“Gubernur tidak bisa dijatuhkan karena soal etika. TAP MPR harus dijabarkan dalam Undang-undang, dan Undang-undang harus dicantumkan sanksi terhadap pelanggaran etika komunikasi, dan sebagainya. Susah kalau itu diambil," tutur Tjipta.
Saran Tjipta kepada Ahok agar ia sebagai pemimpin berusaha untuk merangkul semua pihak, bukan menjatuhkan pihak lain, dalam konteks ini adalah DPRD.
© Copyright 2024, All Rights Reserved