Penelitian Tim terpadu Riset Mandiri diawali oleh kepedulian dan niat baik mencari sumber dan data bencana tua yang pernah terjadi di negeri ini, biasanya sesuatu yg diawali dengan baik akan menghasilkan hal yang baik pula. Temuan Bangunan di berbagai tempat dari mulai aceh, padang, Jawa barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Sulawesi adalah bonus dari para peneliti di saat riset lapangan. Sebuah kebetulan.
“Bonus riset kebencanaan itu seperti Gunung Padang kini menjadi sesuatu yang sangat menarik selama 2 tahun belakangan ini. Riset Mandiri ini yang menggabungkan berbagai lintas ilmu adalah sebuah berkah yang tak ternilai,” ujar Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief yang juga inisiator Tim Terpadu Riset Mandiri dalam perbincangan dengan politikindonesia.com, Minggu (28/04).
Selama ini, ujar Andi, menyatukan ilmuwan itu sulit, apalagi yang mau rela berkorban waktu, tenaga, bahkan “kocek”-nya sendiri. “Kerjasama, bahu membahu, gotong royong adalah semangat bangsa ini, kata Bung Karno.”
Tim Terpadu sambung dia, membuktikan dengan gotong royong, terjadi percepatan riset yang tak dibayangkan. Kurang dari 2 tahun Gunung Padang sudah memasuki tahap eskavasi. “Saya menjadi saksi Periset Gunung Padang dalam 2 tahun ini menjadikan riset ini seperti bagian dari hidup dan cita-citanya. Tak kenal waktu, keluarga ditinggalkan berhari-hari, tidur bersama penjaga juru pelihara Gunung Padang dan lain-lain. Fakta-fakta ini yang membuat terjadi percepatan riset di Gunung Padang.”
Andi Arief menegaskan, adalah tidak mungkin para peneliti ini dibiarkan terus-menerus mandiri melakukan risetnya. Maret 2012 lalu, riset ini dilaporkan ke Arkenas (Arkeologi Nasional) secara resmi, bahkan sampai ke tingkat menteri dan dibicarakan di rembug arkeologi.
Andi mengatakan, meski tugas menyampaikan ke negara hasil riset ini sudah dilakukan, namun sampai detik ini tidak pernah sekalipun ada upaya memanggil Tim Terpadu Riset Mandiri untuk memaparkan hasil risetnya. Disinilah, letak permasalahan hingga muncul petisi yang menyatakan riset ini tidak ilmiah, merusak situs, dan tidak berhak meneruskan risetnya.
Ketiga tuduhan itu, ujar Andi, semuanya adalah prasangka, syarat politis, bukan sikap intelektual. Menyadari keterputusan informasi ini, Tim Terpadu tetap menghormati 34 orang yang mengajukan petisi tersebut. “Kita mengajak semuanya untuk hadir dalam eskavasi di luar situs yang akan dilakukan tanggal 11 dan 12 Mei 2013,” ujar Andi.
Kata Andi lebih jauh, eskavasi itu dilakukan dan dipimpin 100 arkeolog dengan dibantu berbagai elemen masyarakat. Sampai hari ini, sambung dia, sudah lebih dari 900 orang dari berbagai profesi dan dari berbagai propinsi di Indonesia yang mendaftar sebagai relawan. Bahkan, ada sekitar 40 warga negara asing yang mendaftar. “Berbagai kesatuan di TNI dan Polri juga menyatakan siap membantu arkeolog apabila dibutuhkan.”
Andi mengatakan, animo ini sungguh mengharukan, namun Tim Arkeolog akan memprioritaskan masyarakat sekitar Gunung Padang, budayawan, aktifis lingkungan di masyarakat Cianjur, dan baru kemudian melibatkan masyarakat lainnya.
“Kita berharap, semua berjalan lancar, 34 orang yg mengajukan petisi diharapkan hadir dan menyaksikan bersama-sama. Sebab, petisi itu akan dinyatakan benar atau sebaliknya akan terjawab dari eskavasi 11-12 Mei ini,” ujar Andi.
Andi mengatakan, pihaknya menawarkan bukan hanya 34 orang yang mengajukan petisi itu saja untuk bergabung, siapapun dan dari keilmuan apapun dengan senang hati Tim Terpadu ingin bekerja sama.
Penjelasan ini, tegas Andi, sekaligus Tim Terpadu Riset Mandiri menyatakan menolak berpolemik, apalagi sampai masuk wilayah politik. “Biarlah politik yang hiruk pikuk, bukan dunia riset yang muncul konflik. Mari duduk bersama,” ajak Andi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved