Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung menuai reaksi negatif. Keputusan Jokowi menjadi kontroversial karena meski Prasetyo adalah mantan Jaksa, ini kini memiliki hubungan keterkaitan dengan partai politik.
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tamagola mengatakan, haram hukumnya bila seorang jaksa agung memiliki relasi dengan partai politik. “Itu berita buruk bagi penegakan hukum," ujar Thamrin di Jakarta, Kamis (20/11).
HM Prasetyo merupakan politikus Partai Demokrat. Saat ini, ia berstatus anggota DPR periode 2014-2019. Ia dilantik siang ini oleh Presiden, sedangkan belum ada kabar bahwa Prasetyo telah mundur dari DPR.
Kuat dugaan, pengaruh Ketua Umum DPP Nasdem Surya Paloh dan Jusuf Kalla sebagai otak dibalik penunjukkan Prasetyo. Dengan kondisi tersebut, kata dia, Jokowi tidak berdaya dalam menentukan jaksa agung. “Saya kira dia dalam posisi seperti itu," ujar Thamrin.
Komentar yang hampir senada, keluar dari pakar hukum tata negara, Refly Harun. “Mengharukan dan menyedihkan. Mampukah nantinya mereka independen ketika dihadapkan kepentingan umum," ujar Refly.
Anggota Komisi III DPR Muslim Ayub berkomentar lebih pedas lagi. “Saya sudah katakan kalau politisi jadi Jaksa Agung tidak akan pernah penegakan hukum berjalan baik. Sampai kapanpun tidak akan netral,” ujarnya kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/11).
Muslim mencurigai penunjukkan seorang politisi ini bermuatan kepentingan tertentu, misalnya jika ada keluarga ataupun kerabatnya terjerat kasus hukum, dipastikan ia tidak akan berlaku adil.
“Saya berprinsip kalau politisi jadi Jaksa Agung peradilan tidak akan baik. Misal kalau saya jadi Presiden dan orang saya jadi Jaksa Agung, pasti orang saya itu akan mengikuti (kemauan) saya, dan tidak akan fair," tegasnya.
Dia menegaskan, HM Prasetyo tidak akan bertindak netral dalam penegakkan hukum, apalagi politikus tersebut berada dilingkaran kekuasaan. “Sampai kiamat tidak akan netral,” ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved