Pemerintah Indonesia mewaspadai aturan trade remedy yang telah disetujui oleh Parlemen Eropa dan European Council untuk menghambat laju impor dari semua negara anggota melalui tindakan antidumping dan antisubsidi. Proposal trede remedy tersebut dinilai mengancam kelangsungan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
Kepada pers di Jakarta, Senin (09/01), Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward menyatakan, pemerintah khawatir modernisasi kebijakan Trade Remedy yang disetujui akhir tahun 2016 lalu mengancam ekspor Indonesia.
"Pemerintah mewaspadai hasil persetujuan parlemen Eropa. Penerapan modernisasi trade remedy tersebut bisa menghambat laju ekspor Indonesia ke Uni Eropa," kata Dody.
Parlemen Eropa dan European Council menyetujui proposal modernisasi kebijakan trade remedy tersebut pada 13 Desember 2016 setelah diusulkan Komisi Uni Eropa sejak 2013. Proposal itu dilatarbelakangi makin tingginya serbuan produk-produk murah asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT), seperti produk baja..
Akibatnya, industri domestik Uni Eropa kalah bersaing dan gulung tikar. Uni Eropa juga secara khusus mengacu kepada Amerika Serikat (AS) yang telah menerapkan praktik serupa dalam aturannya.
Komisi Uni Eropa antara lain akan menghapus aturan lesser duty. Aturan lesser duty memungkinkan pengenaan tingkat bea masuk antidumping dengan besaran (level) yang lebih kecil dari margin dumping yang ada, sepanjang besaran tersebut dianggap proporsional untuk memulihkan kerugian industri domestik sebagai akibat impor produk dumping.
Dikatakan Dody, aturan lesser duty dihilangkan terutama untuk menghadang impor dari negara yang dianggap memiliki situasi pasar tertentu yang mendistorsi harga bahan baku. Negara berkembang seperti Indonesia perlu berhati-hati dan mengantisipasi seandainya Indonesia dianggap memiliki situasi pasar tertentu itu.
"Kepada negara-negara dengan kondisi tersebut, Uni Eropa akan menerapkan metode baru dalam menghitung besaran dumping," ujar Dody.
Otoritas Uni Eropa, lanjut Dody, akan menolak menggunakan harga atau biaya produksi yang berlaku di negara tersebut, serta memilih menggunakan harga referensi di negara lain yang dianggap tidak terdistorsi sebagai pembanding dalam menentukan besaran dumping.
"Hal ini akan mempermudah Uni Eropa atau AS menggunakan data dari negara ke-3 untuk menetapkan besaran dumping yang menyebabkan menggelembungnya margin dumping," lanjut Dody.
Kondisi situasi pasar tertentu pada suatu negara diindikasikan dengan peran dominan pemerintah atau BUMN dalam pengadaan barang dan jasa, pengendalian harga, pemberian jenis subsidi yang dilarang, kebijakan harga berganda dan pajak ekspor.
"Otoritas Uni Eropa dikhawatirkan akan menilai kondisi suatu pasar di suatu negara secara tidak objektif," ujar Dody.
Kemendag akan menyosialisasikan rencana tersebut kepada eksportir Indonesia tujuan Uni Eropa dan bersama-sama dengan para pemangku kepentingan guna melakukan advokasi secara optimal kepada para eksportir Indonesia yang terkena tuduhan trade remedy.
© Copyright 2024, All Rights Reserved