Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memformulasikan sistem logistik ikan nasional (SLIN). Sistem ini bertujuan untuk mempercepat industrialisasi perikanan dan kelautan dengan dukungan sistem produksi yang mampu menjamin ketersediaan ikan. secara berkesinambungan.
Demikianlah kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo kepada politikindonesia.com usai menyampaikan keynote speech pada acara Pameran dan Konferensi Internasional Indonesia Seafood and Meat (IISM) 2014 yang berfokus pada sistem rantai pendingin, di Jakarta, sejak Kamis (02/10) hingga Sabtu (04/10).
Menurutnya, hingga saat ini di sektor hilir dan hulu masih banyak permasalahan. Di antaranya kekurangan dan tidak meratanya ketersediaan bahan baku untuk meningkatkan produksi ikan olahan serta kemampuan untuk mengembangkan diversifikasi produk. Sedangkan di sektor hulu, perikanan masih mempunyai permasalahan dalam peningkatkan kinerja produksi bahan baku dan ikan segar.
"Oleh karena itu diperlukan sistem manajemen rantai pasokan ikan dan produksi perikanan. Selain itu, bahan dan alat produksi serta informasi pengadaan, penyimpanan hingga distribusi. Maka SLIN menjadi kunci dalam meningkatkan kapasitas dan stabilitas sistem produksi perikanan hulu dan hilir serta sebagai pengendalian disparitas harga sehingga bisa memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri," ujarnya.
Sharif menjelaskan, ada beberapa komponen tentunya yang harus dipenuhi agar SLIN bisa berjalan dengan baik. Komponen tersebut terkait dengan pengadaan, penyimpanan, transportasi adan distribusi. Selain ketersediaan, komponen tersebut juga harus bisa mengakomodir faktor-faktor mendasar terkait karakteristik sumber daya ikan yang akan dikelola.
"Faktor tersebut terkait musim, keterpencilan lokasi dan komoditas ikan yang mudah rusak. Berdasarkan karakteristik tersebut, persyarakat komponen SLIN harus mampu mempertahankan komoditas hasil perikanan sepanjang nilai rantai. Karena kalau terjadi pergerakan bahan baku dari pusat produksi akan melibatkan waktu dan jarak," ucapnya.
Sharif mengatakan, satu-satunya cara untuk menjaga kesegaran ikan tanpa mengubah karakteristik ikan adalah dengan penerapkan sistem rantai dingin melalui teknologi pendinginan atau pembekuan. Untuk itu, pihaknya juga sudah menyiapkan gundang pendingin sejak tahun 2011 hingga tahun 2015.
"Kami terus melakukan pembangunan gudang pendingin secara bertahap hingga tahun 2015. Adapun pada tahun 2011, dibangun 3 unit. Lalu berlanjut pada tahun 2012 terbangun 27 unit. Untuk tahun 2013 ada 27 unit dan 2014 ada 21 unit," tuturnya.
Sementara itu, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, Saut P. Hutagalung menambahkan, SLIN mampu menjamin keberlangsungan ketersedian komoditas perikanan sesuai dengan permintaan pasar. Karena beragam ikan yang menyebar di perairan Indonesia dapat terangkut maksimal.
"SLIN adalah jawaban agar pasokan ikan di dalam negeri cukup. Kecukupan ikan tersebut dapat diartikan memenuhi segala permintaan masyarakat untuk bahan baku industri dan kebutuhan untuk bahan konsumsi sehari-hari. Khususnya pemenuhan terhadap ikan laut seperti ikan cakalang dan tuna," kata Saut.
Selain itu, lanjutnya, keberadaan SLIN sekaligus mengurangi masih tingginya biaya logistik di Indonesia. Bahkan, SLIN dapat membantu peningkatan kesejahteraan nelayan. Apalagi, melalui SLIN tersebut harga ikan di tingkat hulu (nelayan) bisa naik antara Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram (kg).
"Apabila harga ikan, seperti kembung masih menyentuh Rp8.000 per kg maka dengan SLIN bisa meningkat menjadi Rp10.000-Rp11.000 per kg. Bagi dunia industri, kami rasa harga itu juga masih memungkinkan," tuturnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved