Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani 2 Peraturan Pemerintah Perundangan Pengganti Undang-undang (Perppu) yang terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada). Beleid itu adalah Perppu Nomor 1 tahun 2014 yang membatalkan UU Nomor 22 tahun 2014 tentang Pilkada, kemudian Perppu Nomor 2 tahun 2014 tentang pembatalan pasal wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memilih gubernur, bupati dan walikota dalam UU tentang Pemerintahan Daerah.
"Saya telah berkonsultasi dengan berbagai pihak untuk mengambil langkah konstitusional," ujar Presiden dalam keterangan pernya di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (02/10).
Adapun alasan kegentingan dalam penerbitan Perppu tersebut adalah perlunya respon segera terhadap penolakan masyarakat yang meluas terhadap UU Pilkada. Belum lagi proses pemutusan UU itu menurut Presiden dinilai sejumlah kalangan kurang absah.
"Saya dengan cermat menerbitkan Perppu meski menurut MK pendefinisian hak subyektif presiden saya tetap merumuskan kegentingan," ujar dia.
Selain itu, tahun 2015 akan ada 214 jadwal pilkada. Oleh karena itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mendapatkan kepastian hukum sehingga bisa menjalankan tugasnya mempersiapkan pilkada.
SBY mengatakan, dirinya sadar dalam menerbitkan 2 Perpu tersebut ada risiko politik. "Saya menyadari penerbitan Perpu ada risiko politiknya, tetapi saya wajib mengambil risiko guna menyelamatkan kedaulatan rakyat dan demokrasi kita," kata SBY.
Menurut SBY, penerbitan dua Perpu tersebut juga agar proses politik selanjutnya berjalan dengan lancar. Demi terwujudnya kedaulatan rakyat dan demokrasi yang dicita-citakan.
SBY mengatakan, dirinya sudah dengan cermat menggunakan hak konstitusionalnya dengan acuan hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU/vii/2009 tentang hal ihwal kegentingan memaksa mengeluarkan Perpu.
Ia menjelaskan dalam putusan MK tersebut Presiden dapat mengeluarkan Perppu atas subyektivitas presiden yang keobjektivitasannya nanti dinilai oleh DPR ketika Perppu diajukan untuk persetujuan parlemen.
Selain itu dalam putusan MK juga mensyaratkan mengenai kegentingan memaksa berupa kebutuhan hukum mendesak, kekosongan hukum dan ketidakpastian hukum. "Saya sudah memutuskan dengan pertimbangan matang," kata SBY.
© Copyright 2024, All Rights Reserved