Berdasarkan pantauan satelit Modis dengan sensor Terra dan Aqua milik NASA mendeteksi sebanyak 140 titik panas pada Senin (12/09) yang berasal dari pembakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Barat.
Sebanyak 140 titik panas tersebut terdiri dari 63 titik dengan tingkat kepercayaan sedang berkisar 30 persen hingga 70 persen dan 77 titik panas lainnya dengan tingkat kepercayaan tinggi atau lebih dari 70 persen.
"Sumber kebakaran terpantau berasal dari pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian di Kabupaten Sekadau, Ketapang, Landak, dan Sanggau," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho kepada pers, Senin malam (12/09).
Menurut Sutopo, akibat pembakaran lahan tersebut, terpantau sebaran kabut asap tipis di Kabupaten Ketapang dan Sekadau dari Satelit Himawari pada pembaruan data Senin (12/09) pukul 16.00 WIB. "Sebaran asap juga terdeteksi di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah," kata Sutopo.
Penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalbar saat ini terus dilakukan di 10 kabupaten yang telah menetapkan status siaga darurat yaitu Kabupaten Kubu Raya, Mempawah, Landak, Bengkayang, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, dan Kayong Utara.
Upaya pemadaman juga terus dilakukan oleh Tim Satgas Terpadu dari TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Damkar, dan relawan. Selain itu, BNPB juga mengerahkan dua helikopter water bombing jenis Bolco dan Bell 214, serta 1 pesawat Casa TNI AU untuk hujan buatan.
"Total ada 600,6 hektar hutan dan lahan terbakar selama 2016, dimana 509 hektar adalah lahan masyarakat, lalu 1,6 hektar perkebunan, dan 90 hektar kawasan konservasi," kata Sutopo.
Sutopo menjelaskan, meskipun upaya pemadaman terus dilakukan, namun ada kendala yang dihadapi yakni, masih ada masyarakat membuka lahan pertanian untuk menanam padi dengan cara membakar.
"Terbatasnya air untuk pelaksanaan water bombing serta jauhnya sumber air dari lokasi kebakaran hutan dan lahan saat pemadaman darat, sehingga lahan yang sudah dipadamkan seringkali dibakar kembali," kata Sutopo.
© Copyright 2024, All Rights Reserved